Sabtu, 17 Maret 2012

TAKHRIJ HADI






 disusun oleh :
Ibrohim



A.    Pendahuluan
Dr. Mahmud at-Tahhan menjelaskan bahwa kata al-takhrîj menurut pengertian asal bahasanya adalah “ berkumpulnya dua perkara yang berlawanan di dalam sesuatu yang satu”. Kata al-takhriîj sering dimutlakkan pada beberapa macam pengertian. Pengertian-pengertian yang populer untuk kata al-takhrîj itu ialah : al-istinbât (hal mengeluarkan); al-tadrîb (hal melatih atau membiasakan); dan al-taujîh (hal membenarkan). Sedangkan al-takhrîj menurut istilah ulama ialah “penelusuran atau pencarian hadits dari berbagai kitab hadits primer, yang di dalam kitab tersebut hadits itu disebutkan sanadnya secara lengkap, kemudian menerangkan kualitas hadits tersebut jika diperlukan”.[1]
B.     Sistematika Penulisan
Agar penulisan dalam penelitian ini terarah dengan baik dan mudah dipahami, diperlukan sistematika yang runtut. Berikut adalah sistematika penulisannya :
Pertama, penyebutan matan hadits yang diteliti.
Kedua, i'tibâr sanad, yaitu menyebutkan keberadaan hadits yang diteliti dalam beberapa kitab hadits utama yang memuatnya. Penelusuran hadits-hadits tadi menggunaan kitab Kanzu al-'Ummâl karya 'Alâuddîn 'Ali al-Muttaqi al-Hindi al-Burhanfuri (w. 975 H).
Ketiga, kritik sanad yang meliputi biografi râwi dan al-jarh wa al-ta'dîl-nya. Di dalam bab ini, kritik tidak dilakukan pada semua jalur periwayatan yang ditemukan, tapi hanya sebagian dari jalur periwayatan yang ditemukan.
Keempat, kritik matan. Bab ini berisi inventarisasi pendapat ulama mengenai maksud hadits, asbâb al-wurûd jika ditemukan, dan kesimpulan dari peneliti mengenai maksud hadith yang diteliti.
Kelima, kesimpulan hasil penelitian.

C.    Matan Hadith Yang Diteliti
1.      قَالَ رَسُوْلُ الله : مَا الْعَمَلُ فِى اَيَّامٍ أَفْضَلُ مِنْهُ فِى عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ ، وَلاَ الْجِهَادُ فىِ سَبِيْلِ اللهِ إلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذلِكَ بِشَيْئٍ
Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Dawud dari Ibnu Abbas.[2]
2.   قَالَ رَسُوْلُ الله : مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهِنَّ أَحَبُّ إلَى اللهِ مِنْ عَشْرِ ذِي الحِجَّةِ قَالُوْا : وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيْلِ اللهِ ؟ قَالَ : وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيْلِ اللهِ إلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذلِكَ بِشَيْئٍ
Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Ya’la, Ibnu Hibban dari Jabir, Turmudzi dan Ibnu Hibban dari Ibnu Abbas[3]
3.   قَالَ رَسُوْلُ الله : مَا مِنْ أَيَامٍّ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهَا أَحَبُّ إلَى اللهِ مِنْ هذِهِ اْلأَيَّامِ يَعْنِى أَيَّامِ الْعَشْرِ ، قَالُوْا : يَارَسُوْلَ اللهِ ! وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيْلِ اللهِ ؟ قَالَ : وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيْلِ اللهِ إلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذلِكَ بِشَيْئٍ
Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Bukhari dari Ibnu Abbas.[4]
4.   قَالَ رَسُوْلُ الله : مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ فِيْهِنَّ أَفْضَلُ مِنْ أَيَّامِ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ ، قِيْلَ : وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيْلِ الله ؟ قَالَ : وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيْلِ اللهِ إلاَّ مَنْ عُقِرَ جَوَادُهُ وَأُهْرِيْقَ دَمُهُ ( طب عن ابن مسعود ) .
Hadis ini diriwayatkan oleh Thabrani dari Ibnu Mas’ud[5]
5.   قَالَ رَسُوْلُ الله : مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهِنَّ أَحَبُّ إلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ اْلأَيَّامِ الْعَشْرِ ، فَقَالُوْا يَارَسُوْلَ الله : وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيْلِ الله ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ الله : وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيْلِ الله ، إلاَّ رَجُلٌ خَرجَ بِنَفْسِهِ ومَالِهِ ، فَلَمْ يَرْجِعْ من ذَلِكَ بِشَيْئٍ .
Hadis ini diriwayatkan oleh Turmidzi dari Ibnu Abbas[6]
6.   مَا مِنْ عَمَلٍ أَزْكَى عِنْدَ اللهِ عزَّ وَجَلَّ وَلاَ أَعْظَمَ أَجْراً مِنْ خَيْرٍ يَعْمَلُهُ فِى عَشْرِ اْلأَضْحَى ، قِيْلَ : وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيْلِ الله قَالَ : وَلاَ الْجِهَادُ فِى سَبِيْلِ الله عَزَّ وَجَلَّ، إلاََّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذلِكَ بِشَيْئٍ .
Hadis ini diriwayatkan al-Darimi dari Ibnu Abbas.
Dari paparan di atas, bisa disimpulkan bahwa hadis tersebut diriwayatkan oleh tiga sahabat yaitu Abdullah ibnu Mas’ud, Abdullah ibnu Abbas, dan Jabir.
D.    al-I'tibâr
Dengan dilakukannya al-i’tibâr, maka akan terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad hadits yang diteliti, demikian juga nama-nama rawinya dan juga metode periwayatan yang dipakai oleh masing-masing periwayat yang bersangkutan. Jadi kegunaan al-i’tibâr adalah untuk mengetahui keadaan sanad hadits secara keseluruhan dilihat dari ada atau tidaknya pendukung berupa riwayat lain, baik berupa mutâbi’ maupun syâhid.[7]
1.      Sahih Ibnu Hibban
أخبرنا جعفر بن أحمد بن سنان القطان ، بواسط ، حدثنا أبي، حدثنا أبو معاوية ، حدثنا الأعمش ، عن مسلم البطين ، عن سعيد بن جبير عن ابن عباس ، قال: قال رسول الله ... ، أخبرنا الحسن بن سفيان ، حدثنا محمد بن عمرو بن جبلة ، حدثنا محمد بن مروان العقيلى ، حدثنا هشام - هو الدستوائي - عن أبي الزبير عن جابر ، قال : قال رسول الله   [8]...
2.      Musnad Imam Ahmad
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا أبو معاوية ثنا الأعمش عن أبي صالح ، قال وحدثنا الأعمش عن مجاهد ليس فيه عن ابن عباس عن النبي ...
حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا أبو معاوية حدثنا الأعمش عن مسلم عن البطين عن سعيد بن جبير عن ابن عباس قال : قال رسول الله [9] ...

3.      Sahih Bukhari
حدثنا محمد بن عرعرة قال : حدثنا شعبة عن سليمان عن مسلم البطين عن سعيد بن جبير عن ابن عباس عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال[10] ...
4.      Sunan Abu Dawud
حدثنا عثمان بن أبي شيبة أخبرنا وكيع أخبرنا الأعمش عن أبي صالح ومجاهد وَ مسلم البطين عن سعيد بن جبير عن ابن عباس ، قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : [11] ...
5.      Sunan al-Turmudzi
حدثنا هناد ، حدثنا أبو معاوية عن الأعمش عن مسلم ، وهو ابن أبي عمران البطين عن سعيد بن جبير عن ابن عباس ، قال : قال رسول الله :[12] ...
6.      Musnad Thabrani
حدثنا عبد الله بن أحمد بن حنبل حدثني أبي ثنا إسحاق بن عيسى الطباع عن أبي إسحاق الفزاري ح وحدثنا أحمد بن محمد بن أبي موسى الأنطاكي ثنا محمد بن عبد الرحمن بن سهم ثنا أبو إسحاق الفزاري عن الأعمش عن أبي وائل عن عبد الله قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم[13] ...
7.      Musnad al-Darimi      
أخبرنا يزيد بن هارون ، أنا اصبغ عن القاسم بن أبي أيوب ، عن سعيد ، عن ابن عباس ، عن النبيّ صلى الله عليه وسلّم قال :[14] ...
Dari jalur-jalur hadits di atas, sanad yang memiliki pendukung berupa syahid adalah sanad yang sampai pada Ibnu Abbas sebagai perawi pertama.
Sedangkan yang mempunyai mutâbi’ ada banyak, seperti : Sa’id bin Jubair, al-A’masy, Muslim al-Batin dan Abu Mu’awiyah.

E.     Kritik Sanad
Arti sanad secara bahasa ialah sandaran. Dinamakan demikian karena matan sebuah hadits itu bersandar pada sanad. Arti dari sanad secara istilah adalah rangkaian para rawi yang menyampaikan kita pada matan hadits”.[15] Adapun maksud dari penelitian sanad hadits adalah “penelitian terhadap mata rantai perawi dalam sanad hadits dengan merujuk pada buku-buku biografi tentang mereka, untuk mengetahui apakah perawi tersebut orang yang adil dan kuat hafalannya atau tidak dan apa sebab dari semua itu. Kemudian apakah sanad tersebut muttasil atau munqati’ dengan melihat tanggal lahir dan kematian mereka, mengecek apakah mereka melakukan tadlîs atau tidak, terlebih ketika meriwayatkan dengan ‘an’anah dan melihat pendapat para ulama al-jarh wa al-ta’dîl apakah si perawi A pernah mendengar atau berguru dari si perawi B. Kemudian meneliti apakah terdapat ‘illat atau tidak. Kemudian mencari tahu mana yang bersetatus sahabat, tabi’in dan seterusnya untuk bisa membedakan  apakah hadits tersebut mursal atau mausul dan atau mauquf atau munqati’ dan lain sebagainya”.[16]
Dalam kritik sanad ini, yang menjadi objek penelitian peneliti adalah riwayat dari jalur Turmudzi dari Ibnu Abbas dan riwayat Darimi dari Ibnu Abbas.
Jalur riwayat al-Turmudzi :
حدثنا هناد ، حدثنا أبو معاوية عن الأعمش عن مسلم ، وهو ابن أبي عمران البطين عن سعيد بن جبير عن ابن عباس ، قال : قال رسول الله : ...
Jalur Riwayat al-Darimi :
أخبرنا يزيد بن هارون ، أنا اصبغ عن القاسم بن أبي أيوب ، عن سعيد ، عن ابن عباس ، عن النبيّ صلى الله عليه وسلّم قال : ...

Biografi perawi dari jalur al-Turmudzi :
1.      Hannad.
Nama           :  Hannad ibn al-Sirri ibn Mus’ab
Tingkatan     :  Tâbi’ tâbi’în besar
Julukan         :  Abu al-Sirri
Domisili       :  Kufah
Thn. Wafat   :  243 H
Keterangan  :  Imam Ahmad berkata : Ambillah dari Hannad. Abu Hatim berkata : ia shadûq. Nasa’i dan Ibnu Hibban menyebutkan Hannad sebagai tsiqah.[17]
Guru             :  Abu Mu’awiyah, Abu al-Zinad dan lain-lain.
Murid           :  al-Bukhari, Abu Hatim, Abu Zur’ah, dan lain-lain.[18]
2.      Abu Mu’awiyah
Nama           :  Muhammad ibn Kha>zim
Tingkatan     :  Tâbi’în kecil
Julukan         :  Abu Mu’awiyah / al-Dlarir
Domisili       :  Kufah
Thn. Wafat   :  195 H
Keterangan  :  Abu Zur’ah berkata : ia shadûq. Ibnu Hibban : ia tsiqah.[19]
3.      al-A’masy
Nama           :  Sulaiman ibn Mahran
Tingkatan     :  Tabi’in kecil
Julukan         :  al-Asadi al-Ka>mili
Domisili       :  Kufah
Thn. Wafat   :  147 H
Keterangan  :  Ibnu Hibban menggolongkannya sebagai tsiqah. Malik ibn Anas berkata : al-A’masy termasuk mudallis.[20]

4.      Muslim al-Bathin
Nama           :  Muslim ibn Imran
Tingkatan     :  Tidak bertemu sahabat
Julukan         :  Abu Abdillah / al-Bathin
Domisili       :  Kufah
Thn. Wafat   :  -
Keterangan  :  Abu al-Hasan al-Maimuni, Abu Hatim, Nasa’i dan Ibnu Hibban  menyebutnya sebagai tsiqah.[21]
5.      Sa’id ibn Jubair
Nama           :  Sa’id ibn Jubair ibn Hisyam
Tingkatan     :  Tabi’in sedang (al-Wustha)
Julukan         :  Abu Muhammad
Domisili       :  Kufah
Thn. Wafat   :  94 H
Keterangan  :  al-Bukhari mengambil riwayatnya dalam bab shalat, puasa dan para Nabi. Dalam al-Taqrib, Said disebut sebagai tsiqah, tsabat, dan ahli fikih.[22]
6.      Abdullah ibn Abbas
Nama           :  Abdullah ibn Abbas ibn abd al-Mutthalib
Tingkatan     :  Sahabat
Julukan         :  Abu al-Abbas / al-Qurasyi al-Hasyimi
Domisili       :  Kufah
Thn. Wafat   :  68 H
Keterangan  :  Shabat Nabi yang sangat masyhur akan keilmuannya, Nabi pernah mendoakannya agar pintar ilmu takwil. Para sahabat seperti Umar, Ibnu Mas’ud dan lainnya memuji dan  juga mengakui keilmuannya.[23]

Biografi perawi dari jalur al-Darimi:
1.      Hasan ibn Sufyan
Nama           :  Yazid ibn Harun
Tingkatan     :  Thabi’iin kecil
Julukan         :  Abu khalid / al-Sulami
Thn. Wafat   :  206 H
Keterangan  :  Ibn al-Madini dan Yahya ibn Ma’in berkata : tsiqah, Yahya ibn Yahya : ia lebih hafal dari pada Waki’.[24]
2.      Asbagh
Nama           :  Asbagh ibn Zaid ibn Ali
Tingkatan     :  tidak bertemu sahabat
Julukan         :  al-Juhani al-Mashahifi
Thn. Wafat   :  157 H
Keterangan  :  Yahya ibnu Ma’in dan al-Daruqutni : ia tsiqah. Abu Hatim, Nasa’i dan Ahmad : ia tidaklah berbahaya. Muhammad ibn Sa’ad : ia dla’if.[25]
3.      Qasim ibn Abi Ayub
Nama           :  Qasim ibn Abi Ayub
Tingkatan     :  Tidak bertemu sahabat
Julukan         :  al-A’raj / al-Asadi
Thn. Wafat   :  -
Keterangan  :  Ishaq ibn Mansur, Abu Hatim, Ibnu Hibban, Abu dawud : ia tsiqah. Ibnu Sa’d : ia tsiqah dan sedikit haditsnya.[26]
4.      Sa’id ibn Jubair
Nama           :  Sa’id ibn Jubair ibn Hisyam
Tingkatan     :  Tabi’in sedang (al-Wustha)
Julukan         :  Abu Muhammad
Domisili       :  Kufah
Thn. Wafat   :  94 H
Keterangan  :  al-Bukhari mengambil riwayatnya dalam bab shalat, puasa dan para Nabi. Di dalam al-Taqrib, Said dikatakan sebagai tsiqah, tsabat, dan ahli fikih.[27]
Guru             :  Anas Ibn Malik, Dahhak, Abdullah ibn Zubair, Abdullah ibn Abbas dan lain-lain.
Murid           :  Adam ibn Sulaiman, Habib ibn Abi Habib.[28]
5.      Abdullah ibn Abbas
Nama           :  Abdullah ibn Abbas ibn abd al-Mutthalib
Tingkatan     :  Sahabat
Julukan         :  Abu al-Abbas / al-Qurasyi al-Hasyimi
Domisili       :  Kufah
Thn. Wafat   :  68 H
Keterangan  :  Shabat Nabi yang sangat masyhur akan keilmuannya, Nabi pernah mendoakannya agar pintar ilmu ta’wil. Para sahabat seperti Umar, Ibnu Mas’ud dan lainnya memuji dan juga mengakui keilmuannya.[29]
Guru             :  Nabi Muhammad, Khulafa al-Rasyidin dan sahabat-sahabat lainnya.
Murid           :  Arqam ibn Shurahbil, Anas ibn Malik, Isma’il ibn Abdur Rachman al-Sudiy.[30]

F.     Kritik Matan
Matan riwayat Turmudzi :
قال رسولُ الله : ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر ، فقالوا يا رسول الله : ولا الجهاد في سبيل الله ؟ فقال رسول الله : ولا الجهاد في سبيل الله ، إلاّ رجل خرج بنفسه وماله، فلم يرجع من ذلك بشيئ .
Matan riwayat al-Darimi :
عن النبيّ صلى الله عليه وسلم قال : ما من عمل أزكى عند الله عز وجل ولا أعظم أجرا من خير يعمله فى عشر الأضحى ، قيل : ولا الجهاد في سبيلِ الله ؟ قال : ولا الجهاد في سبيل الله عز وجل ، إلا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك بشيئ ، قال : وكان سعيد بن جبير إذا دخل أيام العشر اجتهد اجتهادا شديدا حتى ما يكادُ يقدرُ عليهِ .
Kedua hadis di atas menerangkan tentang keutamaan berbuat kebajikan pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, bahkan keutamaannya mengalahkan keutamaan jihad, kecuali orang yang berjihad dengan mendermakan jiwa dan hartanya di jalan Allah. [31] Hal yang demikian itu karena di dalamnya terdapat ibadah agung yaitu ziarah baitullah (haji) dan wukuf di padang Arafah.[32]
Secara substansial, hadits ini tidak bertentangan dengan pokok-pokok ajaran Agama Islam. Bahkan al-Bukhari pun ikut meriwayatkan hadits yang semakna dalam al-Jâmi’al-Shahîh-nya dengan kandungan hadits di atas. Hadits ini bisa dikelompokkan dalam hadits yang bernuansa targhîb dan tarhîb dan hadits ini termasuk yang bernuansa targhîb.

G.    Kesimpulan.
Berdasarkan paparan sanad dan matan hadits di atas tadi, hadits yang pertama (riwayat al-Turmudzi) tidak mempunyai masalah baik di dalam sanad maupun matannya, dengan demikian, riwayat pertama bisa dihukumi Shahih. Sedang hadis kedua (riwayat al-Dârimi) secara matan tidak ada masalah, akan tetapi pada sanadnya, yakni Asbagh ibn Zaid ibn Ali, yang dipertentangkan ulama. Kebanyakan ulama tidak mempermasalahkan Asbagh, hanya Muhammad ibn Sa’ad menghukumi dla’if Asbagh tanpa menjelaskan sebab dari kedla’ifannya. Dengan demikian al-ta’dîl didahulukan karena tajrîh-nya Ibnu Sa’ad tidaklah disertai sebab jarh. Maka riwayat kedua pun dihukumi shahih.



DAFTAR PUSTAKA



al-Bukhari, Sahîh al-Bukhâri.
al-Darimi, Sunan al-Dârimi,. Bairut : Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1996.
Dawud, Abu, Sunan Abî Dâwûd,. Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-Arabi.
Hambal, Ahmad ibn, Musnad al-Imâm Ahmad. Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-Arabi.   
Hibban, Ibnu, Sahîh Ibnu Hibbân, Bairut : Dâr al-Fikr.  
Ismail, M Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadits, Jakarta : Bulan Bintang, 1992.
al-Mizi, Yusuf ibn al-Zakki, Tahdzîb al-Kamâl, al-Maktab al-Islâmi, 1965.
al-Qurthubi, Ibn Abd al-Bar, al-Isti’âb fî Ma’rifatil Ashâb, Bairut : Dâr al-Kutub.
al-Razi, Abu Hatim, al-Ta’dîl wa al-Tajrîh, Bairut : Dâr al-Fikr
al-Tahbrâni, Mu’jam al-Thabrâni,
al-Tahhan, Mahmud, Ushûl al-Takhrîj wa Dirâsat al-Asânîd , Riyad : Maktabah al-Ma’ârif, 1996.
al-Turmudzi, Sunan al-Turmudzi,. Bairut : Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1994.



[1] Mahmud al-Tahhan, Ushûl al-Takhrîj wa dirâsat al-Asânîd, 7-9.
[2]  Alâuddîn 'Ali al-Muttaqi al-Hindi al-Burhanfuri, Kanzu al-'Ummâl, vol. 12. hal 316.
[3]  Ibid, vol.12, hal. 316.
[4]  Ibid, vol.12, hal. 317.
[5]  Ibid, vol.12, hal. 317.
[6]  Ibid, vol. 5 hal. 165.
[7] M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis (Jakarta : Bulan Bintang, 1992), 31.
[8] Ibnu Hibban, Sahih Ibnu Hibban, (Bairut : Dar al-Fikr) vol. I  hal. 194.
[9] Ahmad ibn Hambal, Musnad al-Imâm Ahmad. (Dar Ihya’ al-Turats al-Arabi) vol.I  hal.371.  
[10] Al-Bukhari, Sahîh al-Bukhâri, vol.i  hal 329.
[11] Abu Dawud, Sunan Abî Dâwûd,. (Dâr Ihyâ’ al-Turâts al-Arabi), vol.7 hal. 103.
[12] Al-Turmudzi, Sunan al-Turmudzi,. (Bairut : Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1994). vol.3, hal.401.
[13] Al-Tahbrani, Mu’jam al-Thabrani, vol 10  hal, 199.
[14] Al-Darimi, Sunan al-Dârimi,. (Bairut : Dâr al-Kutub al-Ilmiyyah, 1996) vol.2 hal. 25.
[15]  Mahmud al-Tahhan, Ushûl al-Takhrîj wa Dirâsat al-Asânîd (Riyad : Maktabah al-Ma’arif, 1996) 138.
[16]  Mahmud al-Tahhan, Ushûl al-Takhrîj wa dirâsat al-Asânîd, 137.
[17]  al-Asqalani, Ibnu Hajar, Tahdzîb al-Tahdzîb, (Dâr al-Ma’rifah) vol.6, hal. 149.
[18]  al-Asqalani, Ibnu Hajar, Tahdzîb al-Tahdzîb, vol.6, hal. 149.
[19]  abu Hatim al-Razi, al-Ta’dil wa al-Tajrîh, (Bairut : Dâr al-Fikr), vol.1, hal. 214.
[20]  Ibn Hibban, Thiqat ibn Hibban, 302.
[21]  al-Mizi, Yusuf ibn al-Zakki, Tahdzîb al-Kamâl, (al-Maktab al-Islâmi, 1965) vol. 18, hal. 82.
[22]  Abu Hatim al-Razi, al-Ta’dil wa al-Tajrîh, vol. I hal. 529.
[23]  al-Qurthubi, Ibn Abd al-Bar, al-Isti’âb fî Ma’rifat al-Ashâb, (Bairut : Dâr al-Kutub), hal.66.
[24]  al-Asqalani, Ibnu Hajar, Tahdzîb al-Tahdzîb . Vol.6 hal.316.
[25]  al-Mizi, Yusuf ibn al-Zakki, Tahdzîb al-Kamâl, vol. II  hal. 296.
[26]  al-Mizi, Yusuf ibn al-Zakki, Tahdzîb al-Kamâl, vol. II  hal. 296.
[27] Abu Hatim al-Razi, al-Ta’dîl wa al-Tajrîh, vol. I hal. 529.
[28] al-Mizi, Yusuf ibn al-Zakki, Tahdzîb al-Kamâl, vol.7, hal.142.
[29] al-Qurthubi, Ibn Abd al-Bar, al-Isti’âb fî Ma’rifat al-Ashâb, vol.III, hal. 66.
[30] al-Mizi, Yusuf ibn al-Zakki, Tahdzîb al-Kamâl, vol.15, hal.250.
[31] al-Turmudzi, Sunan al-Turmudzî, (Beirut : Dar al-Fikr), vol. 3, hal. 401.
[32] Ibid, 401

0 komentar:

Posting Komentar