Sabtu, 17 Maret 2012

KONSEP MUTU DAN PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN MUTU TERPADU



MAKALAH
 Untuk memenuhi tugas mata kuliah pengkajian dalam pendekatan pendidikan Islam 
Yang dibina oleh
Prof. Dr. H. Moh. Khusnuridlo
Dr. Muksin MP


  




Oleh

Hj. St. Maimunah Umar
NIM; 0849110123

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCA SARJANA
STAIN JEMBER
2011

KONSEP MUTU DAN PRINSIP-PRINSIP MANAJEMEN MUTU TERPADU
A.    Pendahuluan
Bagi setiap intitusi, mutu adalah agenda utama dan meningkatkan mutu merupakan tugas yang paling penting. Walaupun demikian, ada sebagian orang yang menganggap mutu sebagai sebuah konsep yang penuh teka-teki. Mutu dianggap sebagai suatu hal yang membingungkan dan sulit untuk diukur. Mutu dalam pandangan seseorang terkadang bertentangan dengan mutu dalam pandangan orang lain.
Kita memang bisa mengetahui mutu ketika kita mengalaminya, tapi kita tetap merasa kesulitan ketika kita mencoba mendeskripsikan dan menjelaskannya. Dalam kehidupan sehari-hari, kita akan melakukan apa saja untuk bisa mendapatkan mutu, terutama jika mutu tersebut sudah menjadi kebiasaan kita. Namun, ironisnya, kita hanya bisa menyadari keberadaan mutu tersebut saat mutu tersebut hilang.      
B. Konsep Mutu                    
Mutu memiliki pengertian yang bervariasi. Seperti yang dinyatakan Nomi Pfeffer dan Anna Coote setelah mereka berdiskusi tentang mutu dalam jasa kesejahteraan, bahwa “Mutu merupakan konsep yang licin”. Mutu mengimplikasikasikan hal-hal yang berbeda pada masing-masing orang. Tak dapat dipungkiri bahwa setiap orang setuju terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan. Hanya saja, masalah yang muncul kemudian adalah kurangnya kesamaan makna tentang mutu tersebut.       
Mutu merupakan suatu ide yang dinamis sehingga makna mutu juga sedikit membingungkan karena begitu luas. Akan tetapi, beberapa konsekuensi praktis yang signifikan akan muncul dari perbedaan-perbedaan makna tersebut. Edward Sallis mencoba menjelaskan konsep mutu untuk memudahkan memahami mutu dalam penjelasan berikut.           
1) Mutu Sebagai Sebuah Konsep Yang Absolut       
Beberapa kebingungan terhadap pemaknaan mutu bisa muncul karena mutu dapat digunakan sebagai suatu konsep yang secara bersama-sama absolut dan relatif. Mutu dalam percakapan sehari-hari sebagian besar dipahami sebagai sesuatu yang absolut, misalnya restoran yang mahal dan mobil-mobil yang mewah. Dalam definisi yang absolute, sesuatu yang bermutu merupakan bagian dari standar yang sangat tinggi yang tidak dapat diungguli. Produk-produk yang bermutu adalah sesuatu yang dibuat dengan sempurna dan dengan biaya yang mahal. Produk-produk tersebut dapat dinilai serta membuat puas dan bangga para pemiliknya.
Suatu contoh “mobil yang bermutu” adalah mobil yang rancangan istimewa, mahal, dan memiliki interior dari kulit. Dalam kasus itu, langka dan mahal adalah dua nilai penting dalam definisi mutu. Mutu dalam pandangan ini digunakan untuk menyampaikan keunggulan status dan posisi, dan kepemilikan terhadap barang yang memiliki ‘mutu’, akan membuat pemiliknya berbeda dari orang lain yang tidak mampu memilikinya. Sebenarnya mutu dalam pengertian tersebut lebih tepat disebut dengan high quality, atau top quality (mutu tinggi).
Jika dikaitkan dengan konteks pendidikan, maka konsep mutu sedemikian adalah elit, karena hanya sedikit intitusi yang dapat memberikan pengalaman pendidikan dengan ‘mutu tinggi’ kepada peserta didik. Sebagian besar peserta didik tidak bisa menjangkaunya, dan sebagian besar intitusi tidak berangan-angan untuk memenuhinya.  
2) Konsep Relatif Tentang Mutu       
Mutu juga digunakan sebagai suatu konsep yang relatif. Pengertian ini digunakan dalam TQM. Definisi relatif tersebut memandang mutu bukan sebagai suatu atribut produk atau layanan, tetapi sesuatu yang dianggap berasal dari produk atau layanan tersebut. Mutu dikatakan ada apabila sebuah layanan memenuhi spesifikasi yang ada. Mutu merupakan sebuah cara yang menentukan apakah produk terakhir sesuai dengan standar atau belum. Produk atau layanan yang memiliki mutu, dalam konsep relative itu tidak harus mahal dan eksklusif.
Proyektor, ballpoint, dan layanan catering sekolah bisa dikatakan bermutu jika memang telah memenuhi standar. Sehingga, pencapai mutu harus mengerjakan apa yang seharusnya ia kerjakan, dan mengerjakan apa yang diinginkan pelanggan. Dengan kata lain, ia harus sesuai dengan  tujuanya.                                                                                                          Definsi relatif tentang mutu tersebut memiliki dua aspek. Pertama adalah menyesuaikan diri dengan spesifikasi. Kedua adalah memenuhi kebutuhan pelanggan. Pada aspek pertama, penyesuaian diri terhadap spesifikasi sering disimpulkan sebagai ‘sesuai dengan tujuan dan manfaat’. Kadangkala definisi ini sering dinamai definisi produsen tentang mutu. Mutu bagi produsen bisa diperoleh melalui produk atau layanan yang memenuhi spesifikasi awal yang telah ditetapkan dalam gaya yang konsisten. Konsisten dalam hal ini adalah konsisten sesuai dengan standar atau spesifikasi yang telah ditentukan sebelumnya.          
Contoh, mobil Rover, Rolls-Royce dan BMW adalah produk yang memiliki mutu. Kemewahan, keindahan, eksklusifitas, dan harga tidak termasuk dalam kategori ini. Selama sebuah produk sesuai dengan spesifikasi dan standar pabriknya, maka produk tersebut adalah produk yang memiliki mutu. Pendapat tentang mutu yang demikian seringkali disebut dengan istillah mutu sesungguhnya (quality in fact) .
C.     Prinsip- Prinsip Manajemen Mutu Terpadu
1)      Prinsip Manajemen Berbasis Sasaran
Istilah MBS dipopulerkan pertama kali sebagai suatu pendekatan terhadap perencanaan oleh Peter Drucker (1954) dalam bukunya The Principle of Management. Sejak itu, MBO (Management By Objectivitas) telah memacu banyak pengkajian, evaluasi dan riset. MBO merupakan teknik manajemen yang membantu memperjelas dan menjabarkan tahapan tujuan organisasi.        
Dengan  MBO manajer   tingkat   atas   bersama­sama   dengan  manajer   tingkat bawah menentukan tujuan unit kerja agar serasi dengan tujuan organisasi.
Tujuan organisasi adalah segala sesuatu yang harus dicapai organisasi dalam  melaksanakan misinya. Menurut John R.  Schermenhorn  (1986)  organisasi pada dasarnya mempunyai   tujuan resmi   yang   disebut   misi   dan   tujuan   operasi.  Misi   organisasi   membantu   organisasi   dalam identifikasi,   integrasi,   kolaborasi,   adaptasi   dan   pembaruan   diri.       Sedangkan  tujuan    operasi mencapai tingkat keuntungan, posisi pasar, sumber daya, efisiensi, kualitas, inovasi dan tanggung jawab sosial.
MBO mempunyai proses yang dibedakan menjadi tiga jenis yaitu :
1. identifikasi tujuan, tangung jawab, dan tugas­tugas     
2. pengembangan standar prestasi (performance)
3. pengukuran dan penilaian prestasi       
MBO mempunyai proses yang dibedakan menjadi tiga jenis yaitu :
1. identifikasi tujuan, tangung jawab, dan tugas­tugas     
2. pengembangan standar prestasi (performance)
3. pengukuran dan penilaian prestasi       
Dengan MBO ini hal­hal yang harus dilakukan oleh seorang manajer adalah :
1.  Bersama­sama menentukan sasaran­sasaran yang jelas.
2. Tentukan peranan dan tanggung jawab yang jelas.     
3. Susunlah anggaran belanja, jadwal yang akurat.         
4. Bersiap memberi .                                                                                                         2) Prinsip Manajemen Berdasarkan Orang
Manajemen berdasrakan orang merupakan suaaatu konsep manajemen modern yang mengkaji keterkaitan dimensi perilaku, komponen sistem dalam kaitannya dengan perubahan dan pengembangan organisasi.     
 Tuntutan perubahan dan pengembangan yang muncul sebagai akibat tuntutan lingkungan internal dan eksternal, membawa implikasi terhadap perubahan dan kelompok dan wilayahnya. Manajer pada umumnya bekerja pada lingkungan yang selalu berubah. Perubahan perilaku dan perubahan organisasi  merupakan bagian esensial  dari  manajemen  inovasi sebagai  dampak globalisasi di berbagai bidang kehidupan.
Hakekat Perubahan
Perubahan adalah suatu proses yang menjadikan sesuatu berbeda dengan yang sudah ada.
Perubahan bisa  terjadi  pada  struktur,  orang dan  teknologi.  Perubahan mempunyai  tujuan yang sifatnya penyesuaian diri dengan lingkungan agar tujuan organisasi sesuai dengan kebutuhan atau tuntutan  masyarakat.   Pada   umumnya   perubahan   suatu   komponen   akan  mengakibatkan   atau mengharuskan perubahan komponen  lainnya.   Sehingga agar efektif maka diperlukan perencaan yang baik.
 Proses Perubahan
Dalam   kenyataan,   banyak   hambatan   dalam   melakukan   perubahan.   Menurut   Kurt
1. Hierarki Sasaran (MBO)Lewin(James F Stoner, 1985) bahwa individu mengalami dua hambatan utama untuk melakukan perubahan, yaitu tidak bersedia mengubah perilaku yang sudah mapan dan perubahan hanya dalam waktu singkat (kembali ke pola perilaku lama).
Untuk   mengatasi   hambatan   tersebut   Lewin   mengembangkan   sebuah   model   proses perubahan yang terdiri dari tiga langkah, yaitu :
Ø Tahap   pencairan   yaitu  mencakup   upaya  membuat   kebutuhan   akan   perubahan   secara gamblang sehingga  individu,             kelompok atau organisasi            dapat dengan mudah memahami dan menerima perubahan. Dalam tahap ini diharapkan setiap anggota menyadari perlunya perubahan.
Ø Tahap   pengubahan   yaitu   tindakan   pemodifikasian   organisasi   yang  membutuhkan   agen perubahan yang  terlatih untuk membantu perkembangan nilai, sikap dan perilaku baru selama proses mengidentifikasi nilai dan internalisasi.
Tahap pembekuan yaitu mengukuhkan pola perilaku baru (refreezing) melalui mekanismependukung atau penguat, sehingga menjadi norma baru. Pada tahap ini, data dan informasi umpan balik merupakan aspek penting untuk mengevaluasi
Ø  dan  lebih menyempurnakan tindakan perubahan.
Menurut Paul R. Lawrence (dalam JF. Stone, 1986) ada tiga sumber penolakan perubahan yaitu ketidakpastian mengenai sebab dan akibat perubahan, ketidakmauan untuk mengorbankan manfaatsekarang dan kesadaran akan kelemahan dalam perubahan yang diusulkan.Kotter dan  Schlesinger   (dalam Adam  Ibrahim,  1983)  memberikan cara untuk mengatasi  masalah  tersebut, yaitu  :  pendidikam dan komunikasi,  peran  serta  dan keterlibatan,  kemudahan dan dukungan, perundingan persetujuan,  manipulasi dan paksaan.  Salah satu cara untuk melakukan perubahan perilaku ini adalah melalui pengembangan organisasi (Organization development ­ OD).
Teknik Perubahan
Salah satu teknik perubahan yang sering digunakan dalam OD adalah Sensitivity Training atau latihan kepekaan. Latihan kepekaan adalah suatu interaksi dalam kelompok kecil yang terjadi alam suasana yang tertekan sehingga, menuntut setiap orang untuk peka terhadap perasaan orang lain sebagai usaha untuk menciptakan kegiatan kelompok yang memadai. Dalam suasana demikian mereka didorong untuk melakukan penilaian mengenai  konsepsi  diri  sendiri  (self concept) dan usaha untuk mau mendengar pendapat dan merasakan perasaan orang lain. Campbel dan Dunette mengemukakan enam butir hasil  yang diharapkan dari            latihan  kepekaan,      yaitu :
1.Meningkatkan pengertian, pemahaman dan kepekaan terhadap perilaku sendiri.
2.Meningkatkan pengertian dan kepekaan terhadap perilaku orang lain.
3.Lebih mengerti dan memahami proses yang terjadi dalam antar kelompok.
4. Meningkatkan   keterampilan   dalam   mengadakan   diagnosis   situasi   yang   terdapatdalam kelompok.
5.Meningkatkan kemampuan untuk menerjemahkan apa yang dipelajari kedalam bentuk tindakan  nyata.
6.Meningkatkan kemampuan mengadakan hubungan anatar manusia, sehingga dapat berinteraksi lebih menyenangkan dan memuaskan.
Teknik lain selain latihan kepekaan adalah teknik umpan balik survei, yaitu teknik menilai sikap, mengidentifikasi perbedaan dan menyelesaikan perbedaan dengan memanfaatkan informasi survei dalam kelompok.
Ada  juga  teknik pengubahan perilaku bawahan atau angota organisasi  yaitu sesuai teori siklus hidup kepemimpinan oleh Paul Harsey dan Keneth H. Blanchard yang berpendapat bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif  bervariasi  menurut  kematangan bawahan. Kematangan diartikan bukan menurut usia atau stabilitas emosi, tetapimenurut keinginan akan pencapaian tujuan,kesediaan untuk menerima tanggung jawab dan kemampuan yang berhubungan dengan tugas.   Menurut teori ini hubungan antara manajer dengan bawahan berjalan melalui empat tahap menurut perkembangan dan kematangan bawahan.
1.Pada tahap pertama, ketika bawahan pertama kali memasuki organisasi orientasi tugas  tinggi. Pada   tahap  ini   bawahan  harus   diperintah  dan   diperkenalkan   dengan  aturan   dan  prosedur organisasi. Hubungan rendah – tugas tinggi.  
2.Pada tahap kedua, bawahan mulai mempelajari tugas, manajer masih berorientasi kepada tugas karena   bawahan   belum  bersedia   untuk  menerima   tanggung   jawab  secarapenuh.  Tetapi kepercayaan dan dukungan manajer kepada bawahan meningkat karena manajer menjadi kenal bawahan   dan  mau  mendorong   lebih   lanjut.  Manajer  mulai  menggunakan   perilaku   yang berorientasi kepada bawahan. Hubungan tinggi – tugas tinggi.      
3.Pada tahap ketiga, kemampuan dan motivasi prestasi bawahan makin meningkat dan bawahan secara aktif  mulai  mencari   tanggung  jawab yang  lebih besar.  Manajer  tidak lagi bersikap direktif,tetapi bersikap suportif dan penuh tenggang rasa untuk memperkuat             ketetapan hati bawahan mencari tanggung jawab yang lebih besar. Hubungan tinggi – tugas rendah.
4. Pada   tahap keempat,  ketika  bawahan  secara  berangsur­angsur  menjadi   lebih  percaya  diri, manajer mengurangi dukungan dan dorongan. Hubungan rendah – tugas rendah.                                                                                                                 3. Prinsip Manajemen Berdasarkan informasi.                                                          
Perencanaan pengorganisasian, pemimpinan dan pengawasan merupakan kegiatan manajerial yang pada hakikatnya merupakan proses pengambilan keputusan. Semua kegiatan tersebut membutuhkan informasi.      
Informasi   yang   dibutuhkan   oleh   manajer   disediakan   oleh   suatu   system informasi manajemen yaitu suatu sistem yang menyediakan informasi untuk manajer secara teratur. Informasi ini dimanfaatkan sebagai dasar untuk melakuakan pemantauan dan penilaian kegiatan serta hasil yang dicapai. Sistem Informasi Manajemen (SIM) merupakan keseluruhan jaringan informasi yang   ditujukan   kepada   pembuatan   keterangan­keterangan   bagi  manajer yang           berfungsiuntuk pengambilan keputusan.  Informasi itu sendiri merupakan suatu data yang telah diolah, dianalisis melalui suatu cara sehingga menjadi berarti.
Hal­-hal yang perlu diperhatikan dalam SIM adalah :
1. Perlu diidentifikasi jenis informasi yang dibutuhkan.       
2. Perlu ditentukan sumber data dan informasi yang dibutuhkan.    
3. Perlu ditentukan siapa yang membutuhkan informasi dan kapan. 
4. Perlu   dikomunikasikan  informasi   itu  secara   tepat   (accuracy),  terpercaya   (reliable)kepada pengambil keputusan.
Ada beberapa syarat agar informasi yang dibutuhkan itu dapat berfungsi dan bermanfaat bagi pengambil keputusan, yaitu : uniformitas, lengkap, jelas dan tepat waktu. Dan perlu diketahui bahwa SIM yang efektif adalah SIM yang dapat berfungsi dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang lebih baik.
      Menurut    Sukanto R didalam merancang bangun SIM, harus dihindari beberapa asumsi
dibawah :
1. Informasi yang lebih banyak itu selalu lebih baik. 
2. Manajer memerlukan informasi yang mereka inginkan.
3.Apabila manajer diberi informasi yang mereka perlukan keputusan yang diambilnya akan lebih baik.
4.Sarana komunikasi yang lebih banyak selalu menghasilkan prestasi yang lebih baik5. Manajer tidak perlu mengetahui kerja SIM   
6. Komputer dapat melakukan segala­galanya.           
Murdick   dan  Ross   (1983),  menggambarkan   tahapan   proses  manajemen     secara      umum dikaitkan dengan kebutuhan akan informasi dari masing            masing tahapan tersebut.
         Pada pendekatan yang  lain TQM dapat  dibentuk berdasarkan tiga prinsip mutu terpadu yaitu : 1. Fokus pada pelanggan                                                  Prinsip mutu, yaitu memenuhi kepuasan pelanggan (customer satisfaction). Dalam manajemen mutu terpadu, pelanggan dibedakan menjadi dua, yaitu:                        - Pelanggan internal (di dalam organisasi sekolah)                                                    - Pelanggan eksternal (di luar organisasi sekolah)                                      Organisasi dikatakan bermutu apabila kebutuhan pelanggan bisa dipenuhi dengan baik. Dalam arti bahwa pelanggan internal, misalnya guru, selalu mendapat pelayanan yang memuaskan dari petugas TU, kepala Sekolah selalu puas terhadap hasil kerja guru dan guru selalu menanggapi keinginan siswa. begitu pula pada pelanggan eksternal misalnya masyarakat sekitar.
2. Perbaikan proses
Konsep perbaikan terus menerus dibentuk berdasarkan pada premisi suatu seri (urutan) langkah-langkah kegiatan yang berkaitan dengan menghasilkan output. Perhatian secara terus menerus bagi setiap langkah dalam proses kerja sangat penting untuk mengurangi keragaman dari output dan memperbaiki keandalan. Tujuan pertama perbaikan secara terus menerus ialah proses yang handal, dalam arti bahwa dapat diproduksi yang diinginkan setiap saat tanpa variasi yang diminimumkan. Apabila keragaman telah dibuat minimum dan hasilnya belum dapat diterima maka tujuan kedua dari perbaikan proses ialah merancang kembali proses tersebut untuk memproduksi output yang lebih dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, agar pelanggan baik yang internal maupun yang eksternal menjadi puas.
3. Keterlibatan      total                                                                                       Pendekatan ini dimulai dengan kepemimpinan manajemen senior yang aktif dalam hal ini kepala sekolah dan mencakup usaha yang memanfaatkan bakat semua warga sekolah untuk mencapai suatu keunggulan kompetitif (competitive advantage) di dunia pendidikan. Warga sekolah wewenang/kuasa untuk memperbaiki output melalui kerjasama dalam struktur kerja baru yang luwes (fleksibel) untuk memecahkan persoalan, memperbaiki proses dan memuaskan.
Sedangkan, prinsip dasar manajemen mutu terdiri dari 8 butir, sebagai berikut:
1.    Setiap orang memiliki pelanggan.
2.    Setiap orang bekerja dalam sebuah system.
3.    Semua sistem menunjukkan variasi.
4.    Mutu bukan pengeluaran biaya tetapi investasi.
5.    Peningkatan mutu harus dilakukan sesuai perencanaan.
6.    Peningkatan mutu harus menjadi pandangan hidup.
7.    Manajemen berdasarkan fakta dan data.
8.    Fokus pengendalian (control) pada proses, bukan hanya pada hasil out put.







DAFTAR PUSTAKA
Adnan Sandy Setiawan (200);  “Manajemen Perguruan Tinggi Di Tengah Perekonomian Pasar dan Pendidikan Yang Demokratis “, “INDONews (s)”indonews@indo-news.com. 24 Maret 2006
Ani M. Hasan (2003);  “Pengembangan Profesional Guru di Abad Pengetahuan”, Pendidikan Network : 24 Maret 2006
Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana (1998);  Total Quality Management (TQM), Andi Offset : Yogyakarta
Frietz R  Tambunan  (2004);  “Mega  Tragedi  Pendidikan Nasional”, Kompas : 16 Juni 2004
Hadari Nawawi (2005); Manajemen Strategik, Gadjah Mada Pers : Yogyakarta
Thomas B. Santoso (2001), “ Manajemen Sekolah di Masa Kini (1)”, Pendidikan Network : 24 Maret 2006
www.digilib.uns.oc.id/.../14072510200509167.do.


0 komentar:

Posting Komentar