Sabtu, 17 Maret 2012

PENDIDIKAN PADA MASA RASULULLAH




Untuk memenuhi tugas Matakulliah
SEJARAH PERADABAN PENDIDIKAN ISLAM

Yang dibina oleh
Prof. Dr. Miftah Arifin, M.Ag





Oleh
Moh. Sunarji
0849110144
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA STAIN JEMBER
DESEMBER 2011



PENDIDIKAN ISLAM
PADA MASA ROSULULLAH SAW

A.    Pendahuluan
Pendidikan mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia, juga diakui sebagai kekuatan yang dapat membantu masyarakat mencapai kemegahan dan kemajuan peradaban, tidak ada suatu prestasi pun tanpa peranan pendidikan. Kejayaan Islam di masa klasik telah meninggalkan jejak kebesaran Islam di bidang ekonomi, politik, intelektualisme, tradisi-tradisi, keagamaan, seni, dan sebagainya, tidak terlepas dari dunia pendidikan, begitu pula dengan kemunduran pendidikan Islam, telah membawa Islam berkubang dalam kemundurannya. 
Kajian tentang pendidikan Islam pada masa Rosulullah SAW amatlah penting untuk ditelaah kembali sebagai rujukan dan pijakan dalam melaksnakan pendidikan di masa kini dan masa yang akan datang, agar norma-norma dan nilai-nilai ajaran Islam tetap utuh selamanya. Profil Rosulullah  SAW baik sebagai peserta didik atau murid maupun sebagai pendidik atau guru, potret Rosulullah ini merupakan motivasi dan panduan bagi umat Islam dalam melajutkan pendidikan. Proses pendidikan tidak terlepas dari dua komponen dari pendidik dan peserta didik, dalam hal pendidikan Islam Rosulullah SAW adalah pendidik pertama dan utama dalam dunia pendidikan Islam. Proses transformasi ilmu pengetahuan, internalisasi nilai-nilai spiritualisme dan bimbingan emosional yang dilakukannya dapat dikatakan sebagai mukjizat luar biasa, yang manusia apapun dan dimanapun tidak dapat melakukan hal yang sama.
Hasil pendidikan Islam periode Rosulullah SAW terlihat dari kemampuan murid-muridnya (para shabat) yang luar biasa. Misalnya, Umar bin Khatthab sebagai ahli hukum dan pemerintahan, Abu Hurairah ahli hadis, Salman Al-Farisi ahli perbandingan agama, dan Ali bin Abi Thalib ahli hukum dan tafsir, dan kesinambungan pendidikan Islam yang dirintis Rosulullah SAW berlanjut sampai pada periode tabi’in, dan terbukti ahli ilmuan bertambah banyak bermunculan.
Gambaran dan pola pendidikan Islam di periode Rosulullah SAW pada fase Mekah dan Madinah merupakan sejarah masa lalu yang perlu diungkapkan kembali, sebagai bahan pertimbangan, sumber gagasan, gambaran strategi dalam menyukseskan pelaksanaan pendidikan Islam.

B.     Pola Pendidikan Islam

Pola pendidikan pada masa Rosulullah SAW tidak terlepas dari metode, evaluasi, materi, kurikulum, pendidik, peserta didik, lembaga dasar, tujuan dan sebgainya yang berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan Islam, baik secara teoritis maupun praktis.

1.      Pelaksanaan Pendidikan Islam pada fase Mekah
Sebelum Nabi Muhammad SAW memulai tugasnya sebagai Rosul, yaitu melaksanakan pendidikan Islam terhadap umatnya, Allah telah mendidik lewat Malaikat Jibril dan mempersiapkannya untuk melaksanakan tugas tersebut secara sempurna, melalui pengalaman, pengenalan serta peran sertanya dalam kehidupan masyarakat lingkungannya, pada posisi ini Nabi Muhammad sebagai murid yang diajari oleh Malaikat Jibril yang diutus oleh Allah SWT. Dengan potensi fitrahnya yang luar biasa, beliau mampu secara sadar mengadakan penyesuaian diri dengan masyarakat lingkungannya, tetapi beliau tidak larut sama sekali kedalamnya.
Nabi Muhammmad SAW memulai melakukan pendidikan sebagai murid, atau beliau menerima materi pelajaran dari Allah SAW lewat malaikat Jibril AS sejak beliau menerima wahyu yang pertama pada bulan Romadon di Gua Hira’, hal ini sesuai dengan pernyataan firman Allah SWT surah Al-Baqarah ayat 185 :

شهر رمضان الذي انزل فيه القرأن هدى للناس وبينات من الهدى والفرقان .
Artinya : “ (Beberapa yang ditentukan itu ialah) bulan Romadon, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai bagi pentunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil)”.
Adapun materi yang diterima pertama kali itu adalah surat Al-‘Alaq ayat 1 s/d 5 ;

ااقرأ باسم ربك الذي خلق . خلق الانسان من علق . اقرأ وربك الاكرم .الذي علم بالقلم علم الانسان ما لم يعلم .                      
Artinya : “ Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Yang menciptakan manusia dari segumpal dara. Bacalah demi Tuhanmu yang paling Pemurah. Yang mengajar dengan perantaraan kalam. Yang mengajar manusia apa-apa yang tidak diketahui”.
Ayat ini merupakan peringatan dan pengetahuan bagi umat manusia tentang awal penciptaan manusia dari segumpal darah dan sesungguhnya di antara kemurahan Allah SWT adalah mengajarkan kepada umat manusia sesuatu yang belum diketahui. Allah mengangkat dan memuliakan manusia dengan ilmu, oleh karena itu melalui ayat ini Allah SWT menganjurkan bahkan mewajibkan supaya manusia agar melakukan membaca dan belajar tentang segala permasalahan kehidupan di dunia dan di akhirat.
Perintah dan petunjuk tersebut pertama-tama tertuju kepada Nabi Muhammad SAW tentang apa yang harus beliau lakukan, baik terhadap dirinya maupun terhadap umatnya. Itulah petunjuk awal kepada Nabi Muhammad SAW agar beliau memberikan peringatan kepada umatnya. Kemudian bahan atau materi pendidikan selanjutnya diturunkan berangsur-angsur, sedikit-demisedikit. Setiap kali menerima wahyu, segera beliau sampaikan kepada umatnya, diiringinya penjelasan-penjelasan dan contoh-contoh bagaimana pelaksanaannya.
Sejak itu peran Rosulullah SAW mulai bertambah, disampimg beliau sebagai murid yang sekali waktu beliau juga tetap belajar kepada malaikat Jibril, selain itu beliau berperan sebagai guru atau pendidik yang harus mengajar para sahabat. Sejarah menjelaskan kepada kita bahwa pendidik khususnya pada Rosulullah SAW dan para sahabat bukan merupakan profesi atau pekerjaan untuk menghasilkan uang atau sesuatu yang dibutuhkan bagi kehidupannya, melainkan ia mengajar karena panggilan agama, yaitu sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT, mengharap keridlaan-Nya, menghidupkan agama, mengembangkan seruannya, dan menggantikan peranan Rosulullah SAW setelah tiada dalam memperbaiki umat .

2.      Pelaksanaan pendidikan Islam pada fase Madinah

Hijrah dari Mekah ke Madinah bukan hanya sekedar berpindah dan menghindarkan diri dari tekanan dan ancaman kaum Quraisy dan penduduk Mekah yang tidak menghendaki pembaharuan terhadap ajaran nenek moyang mereka, tetapi juga mengandung maksud untuk mengatur potensi dan menyusun kekuatan dalam menghadapi tantangan-tantangan lebih lanjut, sehingga akhirnya nanti terbentuk masyarakat baru yang didalamnya bersinar kembali mutiara tauhid warisan Nabi Ibrahim AS yang akan disempurnakan oleh Nabi Muhaammad SAW melalui wahyu Allah SWT.
Sebelum hijrah ke Madinah (nama sebelumnya Yasrib) telah banyak di antara penduduk kota Mekah ini memeluk Islam. Penduduk Madinah pada mulanya tediri dari suku-suku bangsa Arab dan bangsa Yahudi, yang saling berhubungan dengan baik. Dari bangsa Yahudi tersebut suku-suku bangsa Arab sedikit banyak mengenal Tuhan, agama Nabi Ibrahim dan sebagainya. Sehingga setelah ajaran Islam sampai kepada mereka, agak mudah mereka merimanya.
Penduduk Madinah yang sudah menjadi sahabat Nabi, mereka tertarik dan memohon kepada Nabi Muhammad SAW agar mengutus seseorang untuk mengajarkan ajaran Islam kepada mereka, Nabi menyetujui tawaran tersebut dan mengutus Mus’ab bin Umair menjadi pengajar mereka.   Pada tahun 12 dari kenabian, datang 75 orang Muslim Madinah untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah, sekaligus mengundang Rosulullah SAW untuk datang ke Madinah. Mereka juga berjanji untuk memberi perlindungan kepada Rosulullah SAW seperti yang disebutkan dalam Bai’at Aqabah II.
Kalau pembinaan pendidikan Islam di Mekah titik beratnya adalah menanamkan nilai-nilai tauhid ke dalam jiwa setiap individu Muslim, agar dari jiwa mereka terpancar sinar tauhid dan tercermin dalam perbuatan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pembinaan pendidikan Islam di Madinah pada hakekatnya adalah merupakan kelanjutan dari pendidikan tauhid di Mekah, yaitu pembinaan di bidang pendidikan sosial dan politik agar dijiwai oleh ajaran tauhid, sehingga akhirnya tingkah laku sosial politiknya merupakan cerminan dan pantulan sinar tauhid tersebut.
Wahyu secara berangsur-angsur turun selama periode Madinah. Kebijaksanaan Nabi Muhammad SAW dalam mengajarkan Al-Qur’an adalah menganjurkan pengikutnya untuk menghafal dan menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an sebagaimana diajarkannya. Beliau sering mengadakan ulangan-ulangan dalam pembacaan Al-Qur’an, yaitu dalam sembahyang, dalam pidato-pidato, dalam pelajaran-pelajaran dan lain-lain kesempatan. Penulis-penulis Al-Qur’an yang telah ditunjuk olehnya untuk menuliskan setiap ayat yang diturunkanpun tetap melaksanakan tugasnya dengan baik. Di antara mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Ubai bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan Mu’awiyah. Dengan demikian segala kegiatan yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW bersama umat Islam pada masa itu, dalam rangka pendidikan sosial dan politik, selalu berada dalam bimbingan dan petunjuk langsung dari wahyu-wahyu.

C.    Lembaga dan Sistem Pendidikan Islam

Lembaga pendidikan Islam pada fase Mekah ada dua macam atau dua tempat, yaitu : Darul Arqam/rumah Arqam ibn Arqam dan Kuttab. Dalam Sejarah Pendidikan Islam, istilah Kuttab telah dikenal dikalangan bangsa Arab pra-Islam. Ahmad Syalaby mengatakan bahwa Kuttab sebagai lembaga pendidikan terbagi dua, yaitu ;
Pertama, Kuttab berfungsi mengajarkan baca tulis dengan teks dasar puisi-puisi Arab, dan sebagian besar gurunya adalah non muslim Kuttab jenis pertama ini merupakan lembaga pendidikan dasar yang hanya mengajarkan baca tulis. Pada mulanya pendidikan Kuttab berlangsung di rumah-rumah para guru atau di pekarangan sekitar Masjid. Materi yang diajarkan dalam pelajaran baca tulis ini adalah puisi atau pepatah-pepatah arab yang mengandung nilai-nilai tradisi yang baik. Adapun penggunaan Al-Qur’an sebagai teks dalam Kuttab baru terjadi kemudian, ketika jumlah kaum Muslim yang menguasai al-Qur’an telah banyak, dan terutama setelah kegiatan kodifikasi pada masa kehalifahan Utsman bin Affan. Kebanyakan guru Kuttab pada masa awal Islam adalah non muslim, sebab Muslim yang dapat membaca dan menulis yang jumlahnya masih sedikit sibuk dengan pencatatan wahyu.
Kedua, sebagai pengajaran Al-Qur’an dan dasar-dasar agama Islam. Pengajaran teks Al-Qur’an pada jenis Kuttab yang kedua ini,setelah qurra’ dan huffadh (ahli bacaan dan penhafal Al-Qur’an telah banyak). Guru yang mengajarkan adalah dari umat Islam sendiri. Jenis institusi kedua ini merupakan lanjutan dari Kuttab tingkat pertama, setelah siswa memiliki kemampuan baca tulis. Pada jenis yang kedua ini siswa diajari pemahaman Al-Qur’an, dasar-dasar agama Islam, juga diajarkan ilmu gramatika bahasa Arab, dan aritmetika. Sementara Kuttab yang dimiliki oleh orang-orang yang lebihmapan kehidupannya, materi tambahannya adalah menunggang kuda dan berenang.
Ketika Rosulullah SAW dan para sahabat hijrah ke Madinah, salah saatu program pertama yang beliau lakukan adalah pembangunan sebuah masjid. Meslipun demikian, eksistensi Kuttab sebagai lembaga pendidikan di Madinah, tetap dimanfaatkan setelah hijrah ke Madianah. Bahkan materi dan penyajiannya lebih dikembangkan seiring dengan semakin banyaknya wahyu yang diterima Rosulullah SAW, misalnya materi jual beli, materi keluarga, materi sosiopolitik, tanpa meninggalkan materi yang sudah biasa dipakai di Mekah seperti materi tauhid dan akidah.
Dalam sejarah Islam, masjid yang pertama kali dibangun Nabi adalah Masjid At-Taqwa di Quba’ pada jarak perjalanan kurang lebih 2 mil dari kota Madinah ketika Nabi hijrah dari Mekah (QS. Al-Taubah 108). Rosulullah SAW membangun sebelah utara Masjid Madinah dan Masjidil Haram yang disebut As-Suffah, untuk tempat tinggal orang-orang fakir miskin yang tekun menuntut ilmu. Mereka dikenal dengan “ Ahli Suffah “. Pembangunan masjid tersebut bertujuan untuk memajukan dan menyejahterakan kehidupan umat Islam. Di samping itu, masjid juga memiliki multifungsi, di antaranya sebagai tempat ibadah, kegiatan sosial-politik, bahkan lebih dari itu, masjid dijadikan sebagai pusat dan lembaga pendidikan Islam.
Nakoesteen sebagaimana yang dikutip Hasan Asari mengatakan bahwa pendidikan Islam yang berlangsung di masjid adalah pendidikan yang unik karena memakai sistem halaqah (lingkaran). Sang syekh biasanya duduk di dekat dinding atau pilar masjid, sementara siswanya duduk di depannya membentuk lingkaran dan lutut para siswa saling bersentuhan. Bila ditinjau lebiih lanjut, bahwa sistem halaqah seperti demikian, adalah bentuk pendidikan yang tidak hanya menyentuh perkembangan dimensi intelektual, akan tetapi lebih menyentuh dimensi emosional dan spiritual peserta didik. Adalah merupakan kebiasaan dalam halaqah bahwa murid yang lebih tinggi pengetahuannya duduk di dekat Syekh, murid yang level pengetahuannya lebih rendah dengan sendirinya akan duduk lebih jauh, sementara berjuang belajar keras agar dapat mengubah posisinya dalam konfigurasi halaqahnya, sebab dengan sendirinya posisi dalam halaqah menjadi sangat signifikan. Meskipun tidak ada batasan resmi, sebuah halaqah biasanya teridiri dari 20 orang siswa atau murid.
Metode diskusi dan dialog kebanyakan dipakai dalam berbagai halaqah. Dikte (imla’) biasanya memainkan peranan pentingnya, tergantung kepada kajian dan topik bahasan. Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan oleh syekh atas materi yang lebih didiktekan. Uraian disesuaikan dengan kemampuan peserta halaqah. Menjelang akhir kelas, waktu akan dimanfaatkan oleh syekh untuk mengevaluasi kemampuan peserta halaqah. Evaluasi bisa berbentuk tanya jawab, dan terkadang syekh menyempatkan untuk memeriksa catatan murid-muridnya, mengoreksi dan menambahseperlunya.Kemajuan suatu halaqah ini tergantung kepada kemampuan syekh dalam pengelolaan sistem pendidikan. Biasanya apabila suatu halaqah telah maju, maka akan banyak dikunjungi para peserta didik dari berbagai penjuru.

D.    Materi dan Kurikulum Pendidikan Islam

Salah satu komponen operasional pendidikan Islam adalah kurikulum, ia mengandung materi yang diajarkan secara sistematis dengan tujuan yang telah ditetapkan. Pada hakikatnya antara  materi dan kurikulum mengandung arti yang sama, yaitu bahan-bahan pelajaran yang disajikan dalam proses kependidikandalam suatu sistem institusional pendidikan. Seseorang yang akan membuat lesson plan tidak cukup hanya mempunyai kemampuan membuat rumusan tujuan pengajaran. Ia juga harus menguasai materi pengajaran. Bahkan rumusan tujuan pengajaran itu diilhami oleh antara lain materi pengajaran. Oleh karena itu, guru harus menguasai materi pengajaran.
Kurikulum pendidikan Islampada periode Rosulullah SAW baik di Mekah maupun Madinah adalah Al-Qur’an, yang Allah wahyukan  sesuai dengan kondisi dan situasi, kejadian dan peristiwa yang dialami umat Islam saat itu. Karena itu dalam praktinya tidak saja logis dan rasional tetapi juga secara fitrah dan pragmatis. Hasil dari cara yang demikian itu dapat dilihat dari sikap rohani dan mental para pengikutnya yang dipancarkan ke dalam sikap hidup yang bermental dan semangat yang tangguh, tabah dan sabar, tetapi aktif dalam memecahkan masalah yang dihadapinya. Dalam perkembangan sejarah selanjutnya ternyata mereka ini merupakan kadar inti mubaligh dan pendidik pewaris Nabi yang brilian dan militan dalam menghadapi segala tantangan dan cobaan.
Mahmud Yunus mengklasifikasikan materi pendidikan kepada dua macam, yaitu materi pendidikan yang diberikan di Mekah dan materi pendidikan yang diberikan di Madinah. Pada fase Mekah terdapat tiga macam intisari materi yang diberikan di Mekah, yaitu ; keimanan, ibadah dan akhlak. Intisari pendidikan agama yang diterapkan Nabi di Madinah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.    Pendidikan keimanan
2.    Pendidikan ibadah
3.    Pendidikan akhlak
4.    Pendidikan kesehatan(jasmani)
5.    Pendidikan kemasyarakatan (sosial)

Zukhairini membagi materi pendidikan pada fase Mekah kepada dua bagian, yaitu : (1) Pendidikan tauhid (2) Pendidikan Al-Qur’an. Sedangkan fase Madinah materi yang diberikan cakupannya lebih kompleks dibandingkan dengan materi pendidikan pada fase Mekah, seperti :
1.    Pembentukan dan pembinaan masyarakat baru menuju kesatuan sosial dan politik.
2.    Materi pendidikan sosial dan kewarganegaraan, yang terdiri dari pendidikan ukhuwah antara kaum muslimin, pendidikan kesejahteraan.
3.    Materi pendidikan khusus anak-anak, yang meliputi ; pendidikan tauhid, pendidikan salat, penndidikan sopan santun dalam keluarga, sopan santun dalam masyarakat, dan pendidikan kepribadian.
4.    Materi pendidikan pertahanan dan ketahanan dakwah Islam.

E.     Metode Pengajaran Rosulullah SAW

Metode pengajaran ialah cara yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. Oleh karena itu, peranan metode mengajar sebagai alat untuk  menciptakan proses mengajar dan belajar. Dengan metode diharapkan tumbuh dengan berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Dengan kata lain terciptalah interaksi edukatif. Dalam interaksi ini guru-guru berperan sebagai penerima atau pembimbing, sedangkan siswa berperan sebagai penerima atau yang dibimbing. Proses ini akan berjalan baik kalau siswa banyak aktif dibandingkan dengan guru. Oleh karenanya metode mengajar yang baik adalah metode yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar siswa.
Untuk menciptakan suasana kondusif dan menyenangkan dalam mengajar para sahabatnya, Rosulullah SAW menggunakan bermacam-macam metode. Hal itu dilakukan untuk menghindari kebosanan dan kejenuhan siswa. Di antara metode yang diterapkan Rosulullah adalah :
1.      Metode ceramah
2.      Metode dialog, misalnya dialog anatara Rosulullah dengan Mu’adz ibnu Jabal ketika Mu’adz akan diutus sebagai kadi di negeri Yaman.
3.      Metode diskusi atau tanya jawab, sering sahabat bertanya kepada Rosulullah tentang suatu hukum, dan Rosulullah menjawabnya.
4.      Metode diskusi, misaalnya antara Rosulullah dan para sahabatnya tentang hukuman yang akan diberikan kepada tawanan perang Badar.
5.      Metode demonstrasi, misalnya hadis Rosulullah “ Sembahyanglah kamu sebagaimana kamu melihat aku sembahyang
6.      Metode aksprimen, metode sosiodrama, dan bermain peranan.

Selanjutnya, metode pendidikan akhlak yang disampaikan oleh Nabi dengan membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang berisi kisah-kisah umat dahulu kala, supaya diambil pengajaran dan ikhtibar dari kisah itu. Orang taat dan patuh mengikuti Rosulullah, akan dapat kebahagiaan, dan orang durhaka akan mendapat siksa, seperti kisah Qarun yang bakhil, dan kisah Musa yang berbuat baik kepada putri Nabi Syu’aib dan lain-lain.
Disamping dengan metode kisah, pendidikan akhlak juga dilakukan dengan metode penegasan dan Uswatun Hasanah. Misalnya dengan menjelaskan kriteria orang-orang munafik dan akibatnya, dan mempersaudarakan antara kaum Ansar dengan Muhajirin. Metode-metode akhlak yang diterapkan Rosulullah SAW sangat berbekas didalam pola tingkah laku para sahabat. Hal ini dapat dilihat dari kondisi umat pada saat itu yang betul-betul patuh dan taat kepada Rosulullah SAW. Persaudaaraan di antara mereka kaun Ansar dan Muhajirin terbina dengan rapat dan kokoh, dan penuh kasih sayang.
Sedangkan memberikan materi pendidikan dapat tergambar dari sikap Rosulullah SAW ketika terjadi prosess pembelajaran antara Jibril yang berperilaku sebagai murid dan   Rosulullah sebagai pendidik. Konsep tersebut dapat tegambar dari apa yang telah dikemukakan oleh Najib Khalid Al-Amr, dengan mengutip suatu hadis yang diriwayatkan oleh Umar bin Khatthab. Hadis tersebut menggambarkan bahwa wibawa, kondisi, situasi,sikap dan sifat, serta posisi Rosulullah SAW sebagai guru menggambarkan sosok pendidik yang menguasai strategi dan metode pendidikan. Rosulullah duduk di hadapan Jibril membawa pertanyaan sesuai dengan kemampuannya. Apabila persoalan tidak diketahui jawabannya secara pasti, maka Rosulullah tidak malu untuk mengatakan tidak tahu. Rosulullah mendengarkan secara seksama dan teliti terhadap pertaanyaan yang diajukan oleh Jibril, sehingga beliau mampu menjawabnya dengan tepat pula. Hal ini menggambarkan kondisi pelaksanaan pendidikan yang kondusif.
Nilai-nilai yang dapat diambil dari sikap sang murid terhadap pendidikan Islam dari hadis tersebut dapat digambarkan dalam skema berikut ini :
1.    Pertanyaan yang diberikan harus jelas.
2.    Pertanyaan yang disampaikan harus singkat.
3.    Persiapan jasmani dan rohani untuk menuntut ilmu.
4.    Siap mendengarkan dengan baik setelah menyampaikan pertanyaan.
5.    Tenang dalam menyampaikan pertanyaan-pertanyaan dan tidak disampaikan sekaligus.
6.    Pertanyaan yang disampaikan harus bermanfaat.
7.    Susunan yang disampaikan harus akurat dan ilmiah.
8.    Pemilihan waktu yang tepat untuk bertemu dengan guru dan duduk mendekat dengan guru.
9.    Posisi duduk murid yang menyehatkan.
Metode Rosulullah SAW dalam mendidik anak dapat dilihat  dari arti hadis beruikut ini :
Anas RA berkata, “ Rosulullah SAW adalah orang yang paling baik akhlaknya. Aku punya saudara yang dipanggil Abu Umair, dia anak yang sudah dipisahkan dari susuan. Jika datang, beliau berkata “ wahai  Abu Umair apa yang dilakukan nughair (burung kecil) “. Kadang-kadang beliau bermain dengan dia. Jika tiba saat salat sementara beliau berada di rumah kami, beliau meminta permadani yang ada dibawahnya, lalu permadani itu beliau sapu dan ditiup-tiup. Kemudian beliau berdiri dan diikuti oleh kami di belakangnya”. (HR. Buhkari, Muslim, Turmidzi, dan Abu Daud).

Nilai-nilai yang dapat diambil dari metode Rosulullah SW dalam mengajar anak usia dini adalah sebagai berikut :
1.    Meluangkan waktu untuk bermain dangn anak-anak.
2.    Memperaktekkan amal untuk bisa berbuat bersih secara iman dan berperilaku nyata.
3.    Shalat Rasulullah didalam rumah menanamkan pemahaman teladan dalam urusan ibadah.
4.    Kalimat yang diucapkan oleh Raqsulullah SAW, “Wahai Abu Umair, apa yang dikerjakan Nughair?” punya beberapa faidah di antaranya :
a.       Kata-kata akhirnya cocok dengan jiwa.
b.      Mudah dihafal.
c.       Mudah diucapkan.
5.    Turunnya Rasulullah ke atas intelek anak bisa membuahkan rassa optimis  pada diri anak.
6.    Memakai cara dengan panggilan. Teori ini dapat memberikan kesan kepada keluarga bahwa anaknya sudah dewasa.
Berbeda dengan metode Rosulullah SAW dalam mendidik anak pada usia puber, seperti yang dapat dilihat dari hadis berikut :
Abi Umamah, dalam hadis riwayat Ahmad, mengisahkan bahwa seorang pemuda telah datang menghadap, Nabi SAW, seraya berkata “Wahai Rosulullah, izinkanlah aku berzinah”, orang-orang yang ada di sekitarnya menghampiri dan memaki, “Celaka engkau, celaka engkau !” Rosulullah mendekati pemuda itu dan duduk di sampingnya. Kemudian terjadilah dialog yang panjang antara Rosulullah SAW dengan pemuda itu. Rosulullah SWA berkata “Apakah engkau ingin hal itu (zina) terjadi pada ibumu ?” Pemuda itu menjawab “Sekali-kali tidak, demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan Tuan”. Rosulullah SAW kembali berkata “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal itu terjadi pada ibu mereka. Apakah engkau ingin hal itu terjadi pada saudara perempuanmu ?” Pemuda itu itu menjawab “Sekali-sekali tidak, demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan Tuan”. Rosulullah SAW kembali berkata “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal ini terjadi pada sudari-saudari mereka. Apakah engkau ingin hal ini terjadi pada saudara perempuan bapakmu ?” Pemuda itu menjawab “Sekali-sekali tidak, demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan Tuan”. Rosulullah SAW kemabali berkata “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal ini terjadi pada saudara perempuan bapakmu. Apakah engkau ingin hal ini terjadi pada saudara perempuan ibumu ?” Pemuda itu menjawab “Sekali-kali tidak, demi Allah yang menjadikan saya sebagai tebusan Tuan”.Rosulullah SAW kembali berkata “Begitu pula orang lain, tidak ingin hal ini terjadi pada saudara perempuan ibu mereka”. Kemudian Rosulullah memegang dada pemuda itu seraya bersabda “Ya Allah ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan periharalah kemaluannya !”. setelah peristiwa itu, pemuda tadi menjadi orang yang arif ”.
Nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil dari metode Rosulullah dalam mengajar anak usia puber di atas sebagai berikut :
1.    Mengajak anak usia puber untuk mendiskusikan inti permaslahan sehinggapikirannya tidak terpecah.
2.    Rosulullah SAW menguasai aspek psikis anak usia puber.
3.    Rosulullah SAW membuka dialog dengan anak usia puber.
4.    Rosulullah SAW memberikan pertanyaan yang jumlahnya banyak, dan banyaknya pertanyaan menambah dalil dan alasan.
5.    Diskusi dilakukan dengan sistem tanya jawab.
6.    Memusatkan dan mengkosentrasikan pikiran anak usia puber pada pertanyaan yang dilontarkan.
7.    Menumbuhkan interaksi esenssial antara pendidik dan anak usia puber.
8.    Jawaban dari anak usia puber bisa dikategorikan sebagai dalil ilmiah atas dirinya.

F.     Evaluasi Pendidikan
Nana Sudjana mengatak bahwa, untuk dapat menentukan tercapainya tujuan pendidikan dan pengajaran perlu dilakukan usaha atau tindakan evaluasi. Evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atan harga atau berdasarkan kriteria tertentu. Proses belajar dan mengajar adalah proses yang bertujuan. Tujuan tersebut menyatakan dalam rumusan tingkah laku yang diharapkan memiliki siswa setelah menyelesaikan pengalaman belajarnya. Hasil yang diperoleh dari penilaian dinyatakan dalam bentuk hasil belajar. Oleh karena itu tindakan atau kegiatan tersebut dinamakan penilaian akhir belajar.
Dalam menjalankan misi pendidikan, untuk melihat tingkat atau kadar penguasaan sahabat terhadap materi pelajaran, Nabi SAW juga mengevaluasi sahabat-sahabatnya. Dengan mengevaluasi sahabat-sahabat, Rosulullah SAW mengetahui kemampuan para sahabat dalam memahami ajaran agama atau dalam menjalankan tugas. Untuk melihat hasil pengajaran yang dilaksanakan, Rosulullah sering mengevaluasi hafalan para sahabat dengan cara menyuruh para sahabat membacakan ayat-ayat Al-Qur’an di hadapannya dengan membetulkan hafalan dan bacaan mereka yang keliru. Nabi juga mengevaluasi kemampuan sahabat untuk dijadikan utusan ke suatu daerah mengajarkan agama Islam, misalnya dialog antara Rosulullah SAW dengan Mu’adz Ibnu Jabal ketika Mu’adz akan diutus sebagai kadi ke negeri Yaman. Rosulullah SAW bertanya kepada Mu’adz bagaimana ia memutuskan suatu perkara yang muncul di tengah-tengah umat. Mu’adz menjawab apabila hendak memutuskan suatu perkara, pertama kali berlandaskan kepada Al-Qur’an, bila didapati dalam Al-Qur’an baru memutuskan berdasarkan Hadis Rosulullah SAW. Apabila tidak didapati pada keduanya kemudian memutuskannya menggunakan metode ijtihad. Rosulullah senyum tanda menyetujui dan percaya akan kompetensi Mu’adz sebagai utusan ke negeri Yaman.Evaluasi juga dapat dilakukan dengan cara bertanya tentang sesuatu masalah hukum secara langsung kepada Rosulullah menjawab.
Di samping menguji pemahaman sahabat tentang ajaran agama, Rosulullah juga dievaluasi oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril AS. Sebagaimana kisah kedatangan malaikat Jibril kepada Nabi SAW, ketika beliau sedang mengajar sahabat di suatu majlis. Malaikat Jibril menguji Nabi dengan pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut pengetahuan beliau tentang rukun Islam, dan jawaban Nabi selalu dibenarkan oleh utusan Allah itu. Berbagai peristiwa lainnya ialah berulang kalinya malaikat Jibril datang kepada Nabi dalam wujud manusia biasa, berpakaian jubah putih, untuk menguji sejauh mana hafalan Nabi terhadap ayat-ayat Al-Qur’an tetap konsisten dan terpercaya dalam hafalan beliau.
Jika dilihat dari teori taksonomi Benjamin S. Bloom, maka jelaslah bahwa pcychological domains yang dijadikan yang dijadikan sasaran evaluasi Nabi sebagai pelaksana pemerintah Tuhan sesuai wahyu yang diturunkan kepada beliau lebih menitik beratkan pada kemampuan dan kesediaan manusia mengamalkan ajaran-Nya, dimana faktor psikomotorikmenjadi tenaga penggeraknya. Di samping itu faktor konatif (kemauan) juga dijadikan sasarannya (konatif psikomotorik).
Adapun sistem pengukuran (measurement) yang digunakan Nabi sendiri tidak menggunakan sistem laboratorial seperti dalam dunia ilmu pengetahuan modern sekarang. Namun prinsip-prinsipnya menunjukkan bahwa sistem measurement juga terdapat dalam hadis Nabi. Nabi SAW melakukan pengukuran terhadap perilaku manusia dengan tanda-tanda seseorang yang beriman ialah mencintai orang lain sesama Mukmin, seperti mencintai dirinya sendiri. Ketika menyaksikan perbuatan mungkar, ia berusaha mengubah dengan kekuatan fisiknya, lisannya atau dengan hatinya, tetapi yang terakhir ini menunjukkan selemah-lemahnya iman. Ukuran orang munafik ada tiga : (1) Bila bicara pasti berdusta; (2) Bila bejanji ia mengingkari. (3)Jika diberi amanat ia khianat. Ukuran orang kafir, anatra lain ; tidak mensyukuri nikmat Allah, mencaci maki keturunan dan meratapi mayat, dan sebagaimnya. Jadi, sistem pengukuran Nabi terhadap perilaku manusia bukan secara kuantitatif (dengan angka), akan tetapi dengan kualitatif.
Berdasarkan tinjauan historis di atas, menurut hemat penulis pendidikan yang diterapkan Rosulullah SAW, merupakan pendidikan pendidikan yang telah  berhasil dalam mencapai tujuan utamanya. Terbukti dengan munculnya para sahabat yang ahli dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan. Karena itu, sistem pendidikan yang diterapkan Rosulullah menurut hemat penulis, banyak yang masih relevan diterapkan pada era modern sekarang ini. Misalnya, konfigurasi duduk para siswa dalam sistem halaqah, sistem evaluasi, metode pengajaran sebagaimana telah dijelaskan di atas.

G.    Kesimpulan
1.      Pendidikan pada masa Rosulullah SAW meliputi :
a.       Pola Pendidikan
b.      Lembaga dan Sistem Pendidikan
c.       Materi dan Kurikulum Pendidikan
d.      Metode Pengajaran
e.       Evaluasi Pendidikan
2.      Pola Pendidikan Rosulullah SAW dilaksanakan pada 2 fase :
a.       Pendidikan pada fase Mekah
b.      Pendidikan pade fase Madinah
3.      Lembaga dan Sistem Pendidikan pada masa Rosulullah SAW :
a.       Darul Arqam/rumah Arqam ; sebagai sarana / tempat melaksanakan pendidikan.
b.      Kuttab ; sebagai sistem juga sebagai sarana lain yang dalam pelaksanaannya bertempat di rumah-rumah gurunya.
c.       Masjid ; sebagai sarana / tempat pelaksanaan pendidikan.
d.      Sistem Pendidikan yang diterapkan adalah :
1-      Baca tulis Al-Qur’an sebagai dasar / pemula pembelajaran.
2-      Menghafal dan pengembangan Qira’ah sebagai lanjutan dari dasar pembelajaran.
3-      Halaqah ; suatu pengembangan sistem pendidikan yang menyentuh pada perkembangan diskusi, emosional, spiritual, dan intelektual.
4.      Materi dan Kurikulum Pendidikan pada masa Rosulullah SAW :
a.       Materi Pendidikan pada masa Rosulullah meliputu ;
-          Pendidikan Keimanan
-          Pendidikan Ibadah
-          Pendidikan Akhlak
-          Pendidikan Kesehatan (jasmani)
-          Pendidikan Kemadyarakatan (sosial)
b.      Kurikulum Pendidikan yang digunakan oleh Rosulullah adalah Al-Qur’an
5.      Metode Pengajaran Rosulullah SAW :
a.       Metode Ceramah
b.      Metode Dialog
c.       Metode Diskusi
d.      Metode metode Demonstrasi
e.       Metode Eksprimen, Sosio Drama, bermain peran
6.      Evaluasi Pendidikan pada masa Rosulullah SAW :
a.       Praktek membaca
b.      Menghafal
c.       Tanya jawab
d.      Menguji dan menilai Kemampuan dan penguasan terhadap suatu materi Pelaksanaan Ibadah, Hukum, Etika, dan Sosial








Perpustakaan
Zuhairini, Dra, Moh. Kasiram, Drs. M.Sc, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, IAIN di Jakarta 1986
H. Samsul Nizar, Prof, Dr, M.Ag, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, Jakarta 2009
Suwito, Prof, Dr, MA, Fauzan, MA, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Kencana Prenada Media, Jakarta 2005
Moh. Masrun S., dkk, Senang Belajar Agama Islam, Erlangga PT. Gelora Aksara Pratama, Jakarta 2007
Departemen Agama, Al-Majid, Al-Qur’an dan Tejemahannya, Asy-Syifa’, Semarang 1998

0 komentar:

Posting Komentar