MAKALAH
Dipresentasikan untuk memenuhi Tugas
Mata Kuliah Studi Al-qur’an
Yang dibina oleh :
Dr. H. Aminullah, M.Ag
Dr. Pujiono Abd Hamid, M.Ag
Oleh :
ST. MUANIFAH
NIM. 08 49110130
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
STAIN IEMBER
OKTOBER 2011
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................................. i
Daftar Isi ..................................................................................................................... ii
BAB I :PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAN ......................................................................................... 3
A. AL-TAFSIR BI AL-MA’TSUR ............................................................... 3
1. Tinjauan Umum, Maksud dan Pengertian ................................................ 3
2. Macam-macam Al-tafsir bi al-Ma’tsur ..................................................... 3
3. Nilai-nilai Al-tafsir bi al-Ma’tsur ............................................................. 6
4. Keistimewaan dan Kelemahannya ........................................................... 6
B. AL-TAFSIR BI-ALRA’Y ........................................................................ 7
1. Tinjauan Umum, Maksud dan Pengertian ................................................ 7
2. Sebab-sebab timbulnya Al-tafsir bi al-Ma’tsur ......................................... 8
3. Pendapat Ulama tentang Al-tafsir bi al-Ra’y ............................................ 8
4. Macam-macam Al-tafsir bi al-Ra’y dan contohnya .................................10
BAB III : PENUTUP ................................................................................................ 12
A. Kesimpulan ............................................................................................. 12
B. Kritik dan Saran ...................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Al-qur’an merupakan pedoman hidup bagi ummat Islam, petunjuk bagi ummat manusia (hudaalinnas) petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (hudallilmuttaqien). Al-qur’an merupakan mu’jizat yang terbesar Rasulullah Saw.
Alqur’an yang mulia diturunkan kepada rasul yang berbangsa Arab dengan bahasa Arabnya yang jelas dan tegas. Fenomena semacam ini menjadi sangat penting untuk memenuhi tuntutan sosial bagi keberhasilan risalah Islam. Sejak saat itu bahasa Arab menjadi satu bagian dari eksistensi Islam dan asas komunikasi penyampaian dakwahnya.(Al-Qaththan; 394)
Firman Allah Swt.
: ) وماارسلنا من رسول الا بلسان قومه ليبين لهم (ابراهيم
“Kami tidak mengutus seorang rasul pun melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberikan penjelasan dengan terang kepada mereka”.(Qs,Ibrahim: 4).
Maka untuk mengerti, mengetahui dan memahami isi Al-qur’an, para mufassirin menafsirkan Al-qur’an agar ummat Islam dapat mempelajari dan dapat membedakan macam-macam tafsir Al-qur’an yang mulia.
Dalam makalah ini penulis berusaha membahas tentang Al-tafsir bi al-ma’tsur dan Al-tafsir bi al-ra’y dengan sub topiknya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Al-tafsir bi al-ma’tsur ;
Ø Tinjauan umum; Maksud dan pengertian
Ø Macam-macam al-tafsir bi al-ma’tsur
Ø Nilai-nilai al-tafsir bi al-ma’tsur
Ø Keistimewaan dan kelemahannya
2. Al-tafsir bi al-ra’y ;
Ø Tinjauan umum; maksud dan pengertian
Ø Sebab-sebab timbulnya al-tafsir bi al-ra’y
Ø Pendapat ulama tentang al-tafsir bi al-ra’y
Ø Macam-macam dan contohnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Al-tafsir bi al-ma’tsur
1. Tinjauan umum ; Maksud dan Pengertian
Berdasarkan tinjauan ilmiah, tafsir terbagi menjadi tiga macam:
1. Tafsir riwayat, lazim juga disebut dengan tafsir naql atau dengan tafsir ma’tsur (atsar).
2. Tafsir dirayah, yang lazim disebut dengan tafsir bir ra’yu (dengan akal).
3. Tafsir isyarah, yang lazim disebut dengan tafsir isyari.
Tafsir bil-Ma’tsur ialah tafsir yang berdasarkan Al-Qur’an atau riwayat yang shahih.... yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an (ayat dengan ayat), Al-Qur’an dengan Sunnah, perkataan sahabat karena merekalah yang mengetahui Kitabullah, atau dengan pendapat tokoh-tokoh besar tabi’in. Pada umumnya mereka menerimanya dari para sahabat.[1]
Tafsir Riwayat (ma’tsur) ialah rangkaian keterangan yang terdapat dalam Al-Quran, Sunah, atau kata-kata Sahabat sebagai penjelasan maksud dari firman Allah, yaitu penafsiran Al-Quran dengan As-Sunah Nabawiyyah. Dengan demikian, maka tafsir maksur adalah tafsir Al-Quran dengan Al-quran, penafsiran Al-Quran dengan As-Sunah atau penafsiran Al-Quran menurut atsar yang timbul dari kalangan sahabat.[2]
2. Macam-macam al-tafsir bi al-ma’tsur
a. Tafsir Al-Quran dengan Al-Quran
Contoh:
1. Penafsiran Al-Quran dari firman Allah[3]
احلت لكم بهيمة الا نعام الا ما يتلى عليكم (المائدة : )
Artinya;
“... Dihalalkan bagimu binatang ternak kecuali yang akan disebutkan kepadamu ...” (QS. Al-Maidah: 1)
Dijelaskan oleh firman Allah:
حرمت عليكم الميتة والد م ولحم الخنزير وما اهل لغير الله (المائدة : )
”Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah ...”.(QS. Al-Maidah: 3).
2. Firman Allah:
والسماء والطارق (الطارق: )
Artinya:
“Demi langit dan yang datang pada malam hari”.(QS. At-Thariq: 1)
Kata At-Thariq dijelaskan dengan firman-Nya lebih lanjut pada surat itu pula:
النجم الثا قب (الطرق: )
Artinya:
“(Yaitu) bintang yang cahayanya menembus”. (QS. At-Thariq: 3)
b. Tafsir Al-quran dengan Sunah
Contoh Sunah Rasul yang berfungsi sebagai tafsir dan penjelasan Al-Quran.
1. Rasulullah Saw menjelaskan “zalim dengan syirik” dalam firman Allah:
الذين امنوا ولم يلبسوا ايمانهم بظلم اولئك لهم الامن وهم مهتزون (الانعام : )
Artinya:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur-adukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”(QS. Al-An’am: 82)
Rasulullah mengatakan penafsiran ini dengan firman Allah:
ان الشرك لظلم عظيم (لقمان: )
Artinya:
“Sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah kezaliman yang besar.”(QS. Luqman: 13)
c. Tafsir Sahabat
Masih ada lagi bagian yang ketiga dari pembagian tafsir ma’tsur, yaitu
Tafsir sahabat. Tafsir ini juga termasuk yang muktamad (dapat dijadikan pegangan) dan dapat diterima, karena para sahabat pernah berkumpul dan bertemu dengan Nabi Saw, dan mereka mengambil sumbernya yang asli dan telah menyaksikan turunnya wahyu dan turunnya Al-qur’an, serta mengetahui asbabun nuzul. Mereka mempunyai tabiat jiwa yang murni, fitrah yang lurus dan berkedudukan tinggi dalam hal kefasihan dan kejelasan berbicara mereka memiliki kemampuan dalam memahami Kalam Allah. Dan hal lain yang ada pada mereka tentang rahasia-rahasia Al-Quran sudah tentu melebihi orang lain.
Al-Hakim berkata, “kedudukan tafsir sahabat yang menyaksikan wahyu dan turunnya Al-Quran adalah marfu’. Tafsir tersebut mempunyai kedudukan sebagaimana kedudukan hadis Nabi yang silsilahnya sampai kepada Nabi. Karena itu tafsir sahabat termasuk ma’tsur.”
Adapun tentang kedudukan tafsir tabi’in, ada perbedaan pendapat. Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa tafsir tabi’in itu termasuk tafsir ma’tsur karena sebagian besar pengambilannya secara umum dari sahabat. Sebagian ulama berpendapat bahwa tafsir tabi’in termasuk tafsir dengan ra’yu atau akal, dengan pengertian bahwa kedudukannya sama dengan kedudukan para mufassir lainnya (selain Nabi dan Sahabat). Mereka menafsirkan Al-Quran sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa Arab tidak berdasarkan pertimbangan dari atsar (hadis).
3.Nilai-nilai Al-tafsir bi al-ma’tsur
Tafsir bil-Ma’tsur adalah metode penafsiran yang harus diikuti dan dijadikan pedoman dalam menafsirkan Al-Qur’an, karena ia merupakan cara yang paling aman memahami kitab Allah.”:[4]
Bentuk penafsiran pertama (Al-Qur’an menurut Al-qur’an) karena Allah Ta’ala lebih mengetahui maksudnya. Kitab Allah Swt adalah suatu berita yang paling benar dan tidak terdapat pertentangan antara yang satu dengan yang lainnya (dari awal sampai ke akhirnya).[5]
Bentuk tafsir kedua (Al-Qur’an dengan Sunah Rasul), karana Al-Qur’an itu sendiri menegaskan bahwa Rasul adalah berfungsi sebagai penjelas Al-Qur’an.
وانزلنا اليك الذ كر لتبين للناس مانزل اليهم (النحل : )
Artinya:
“Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka.”(QS. An-nahl: 44)
Bentuk tafsir yang pertama dan kedua tidak perlu diragukan dan diperselisihkan. Karena keduanya mempunyai kedudukan yang tinggi. Adapun penafsiran Al-Qur’an dengan ma’tsur dan sahabat ada mengandung beberapa kelemahan, seperti yang akan penulis bahas dibawah ini.[6]
4. Keistimewaan dan Kelemahannya
Tafsir bi Al-Ma’tsur memiliki kelebihan dan kelemahan, ada pendapat mengatakan bahwa tafsir ini merupakan bagian tafsir yang paling baik dengan catatan bila sanadnya benar-benar berasal dari Nabi Saw atau sampai pada sahabat. Penafsiran Al-Qur’an dengan Al-qur’an, Al-Qur’an dengan sunnah yang shahih tentu tidak diragukan lagi dan tidak mungkin diperselisihkan.[7]
Disisi lain penafsiran Al-Quran dengan ma’tsur dan sahabat atau tabi’in ada masih mengandung beberapa kelemahan karena berbagai segi:
1. Campur baur antara yang shahih dan yang tidak shahih, serta banyak mengutip kata-kata yang dinisbatkan kepada sahabat atau tabi’in tanpa memiliki sandaran dan ketentuan, sehingga menimbulkan pencampuradukan antara yang hak dan yang batil.
2. Riwayat-riwayat tersebut ada yang dipengaruhi oleh cerita-cerita israiliyat dan khurafat(klenik) yang bertentangan dengan akidah Islamiyyah. Dan telah ada dalil yang menyatakan kesalahan cerita-cerita , yang dibawa kalangan ummat Islam oleh kelompok Islam yang dahulunya ahli kitab.
3. Dikalangan sahabat ada yang ekstrim. Mereka mengambil beberapa pendapat dan membuat-buat kebatilan yang dinisbatkan kepada sebagian sahabat. Misalnya golongan syiah yang fanatik kepada Ali. Mereka sering mengatakan hadisnya berasal dari Ali padahal Aali sendiri tidak pernah mengetahuinya.
4. Musuh-musuh Islam dari orang-orang Zindik berusaha mengecoh sahabat dan tabi’in sebagaimana mereka mengecoh Nabi Saw perihal sabdanya. Hal ini dimaksudkan untuk menghancurkan agama Islam dengan jalan. menghasut dan membuat hadis.Dalam hal ini, kita perlu waspadai.
B. Al-tafsir bi al-ra’y
1. Tinjauan umum : Maksud dan Pengertian
Tafsir bir ra’yi ialah tafsir yang didalam menjelaskan maknanya atau maksudnya, mufassir hanya berpegang pada pemahamannya sendiri, pengambilan kesimpulan (istinbath) pun didasarkan pada logikanya semata. Kategori penafsiran seperti ini dalam memahami Al-Qur’an tidak sesuai dengan ruh syari’at yang didasarkan pada nash-nashnya. Rasio semata yang tidak disertai bukti-bukti akan berakibat pada penyimpangan terhadap Kitabullah.[8]
Menurut ulama tafsir, tafsir dirayah disebut juga tafsir ra’yu atau tafsir dengan akal (ma’qul), karena penafsiran kitab Allah bertitik tolak dari pendapatnya dan ijtihadnya, tidak berdasarkan pada apa yang dinukilkan dari sahabat atau tabi’in. Yang dimaksud dengan tafsir bi al ra’yi, menurut ahli tafsir adalah “Ijtihad” yang didasarkan pada dalil-dalil yang shahih, kaidah yang murni dan tepat, bisa diikuti serta sewajarnya digunakan oleh orang yang hendak mendalami Al-Qur’an atau mendalami pengertiannya.[9]
2. Sebab-sebab timbulnya At-Tafsir bi al-Ra’y
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah menuntut Pengembangan metodologi tafsir dengan memasukkan unsur ijtihad yang lebih besar pada saat itu. Meskipun begitu mereka tetap berpegangan pada metode lama dengan pengembangan ijtihad berdasarkan perkembangan masa tersebut. Pengetahuan terus berkembang dimungkinkan metodologi tafsir ini akan berkembang pula.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa munculnya al-tafsir bi al ra’yi disebabkan oleh adanya perkembangan ilmu pengetahuan dibidang tafsir yang dimulai sejak era permulaan islam (jaman Nabi Saw di Makkah, di Madinah), era Khulafaur Rasyidin, era Bani Umayyah dan Abbasyiah.[10]
3. Pendapat ulama tentang Al-Tafsir bi Al-ra’y
Al-Qurtubi berkata, “Barang siapa yang menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan imajinasinya (yang tepat menurut pendapatnya) tanpa berdasarkan kaidah-kaidah maka ia adalah orang yang keliru dan tercela, dan termasuk orang yang menjadi sasaran hadis:[11]
من كذب علي متعمدا فليتبوا مقعده من النار ومن قال في القران برا يه فليتبوا مقعده من النار (رواهالترمذى )
Artinya:
“Barang siapa yang mendustakankusecara sengaja niscaya ia harus bersedia menempatkan dirinya di neraka.” Dan barang siapa yang menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan ra’yu atau pendapatnya maka hendaklah ia bersedia menempatkan diri di neraka.”(HR. Turmudzi dari Ibnu Abbas).
Imam Qurtubi mengatakan dalam mukaddimah tafsirnyaAl-jami’ li Ahkamil Qur’an bahwa hadis Ibnu Abbas tersebut memiliki dua penafsiran.
Pertama : Barang siapa yang berpendapat dalam persoalan Al-Qur’an yang pelik dengan tidak didasarkan pengetahuan dari mazhab sahabat atau tabi’in berarti menantang Allah.
Kedua : Barang siapa yang mengatakan tentang Al-Qur’an dengan suatu pendapat, sedangkan ia mengetahui bahwa yang benar adalah pendapat yang lain, maka ia harus bersedia menempatkan diri di neraka.
Al-Qurtubi mendukung pendapat yang kedua. Ia mengatakan bahwa pendapat tersebut adalah paling tepat dan paling benar. Ia berkata pula bahwa hadis jundab telah ditafsirkan oleh sebagian ahli ilmu yang menyatakan bahwa dalam hadis tersebut, ra’yu diartikan dengan hawa nafsu. Dalam arti barangsiapa yang menafsirkan Al-Qur’an dengan nafsunya, yaitu dengan tidak berdasarkan pendapat Imam terdahulu kemudian ia secara kebetulan benar, niscaya ia melakukan kesalahan karena menetapkan Al-Qur’an berdasarkan dengan ketetapan yang tidak diketahui dasarnya, dan tidak bertitik tolak pada ahli hadis dan riwayat.
Ibnu Athiyah mengatakan bahwa pengertian diatas adalah, “Bila seseorang ditanya tentang satu makna dari kitab Allah kemudian ia menjawab berdasarkan ra’yu nya tanpa memandang pendapat yang telah dikatakan ulama dan ketentuan-ketentuan tentang ilmu Al-Qur’an, seperti nahwu dan ushul, dan pengertian itu tidak termasuk ahli bahasa menafsirkan secara bahasanya, ahli nahwu secara nahwunya, ahli fiqih menafsirkan secara hukumnya dan masing-masing mengatakan berdasarkan ijtihadnya yang berdasarkan kaidah ilmu dan bidangnya, maka ia bukanlah berpendapat semata-mata menurut pendapatnya atau ra’yu nya.
4. Macam-macam Al-tafsir bi al-ra’y dan contohnya
Al-tafsir bi al-ra’y terbagi dalam dua bagian yiatu ;[12]
1. Tafsir mahmud (terpuji)
2. Tafsir mazmum (tercela)
Tafsir mahmud ialah tafsir yang sesuai dengan tujuan syara’, jauh dari kejahilan dan kesesatan, sejalan dengan kaidah-kaidah bahasa Arab serta berpegang pada uslub-uslubnya dalam memahami teks Al-Qur’an. Barangsiapa menafsirkan Al-Qur’an menurut ra’yunya dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut dengan berpegang pada makna-makna Al-qur’an maka penafsirannya dapat diambil serta patut dinamai dengan tafsir mahmud atau tafsir masyru (berdasarkan syari’at).
Tafsir mazmum yaitu bila Al-Qur’an ditafsirkan tanpa ilmu atau menurut sekehendak hatinya tanpa mengetahui dasar-dasar bahasa dan syariat, atau Kalam Allah ditafsirkan menurut pendapat yang salah dan sesat. Ash-shaabuuny mengatakan; Bila seseorang tidak memahami kaidah-kaidah dan pokok-pokoknya, ia akan berjalan sebagaimana unta buta yang otaknya miring dan pemahamannya picik. Begitu pula orang yang tidak memahami tujuan syara’, ia pun akan terjerumus dalam lembah kejahatan dan kesesatan.
Contohnya orang yang mengambil kesimpulan ayat secara lahir dari firman Allah:
ومن كان فى هذه اعمى فهو فى الاخرة اعمى واضل سبيلا (الاسراء : )
Artinya;
“Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nant)i ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan yang benar”.(QS. Al-Isra: 72)
Ia menetapkan bahwa setiap orang yang buta adalah celaka dan rugi serta akan masuk neraka jahanam. Padahal yang dimaksud buta disini bukanlah buta mata, tetapi buta hati, berdasarkan alasan firman Allah:
فانها لا تعمى الابصار ولكن تعمى القلوب التى فى الصدور (الحج : )
Artinya;
“... Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46)
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ditinjau dari sejarah tafsir Al-Qur’an ada sejak zaman Nabi Muhammad Saw, terbukti dalam tafsir ma’tsur penafsiran Al-Qur’an dengan Al-Qur’an (ayat dengan ayat), Al-Qur’an dengan Sunnah, Al-Qur’an dengan Sahabat, Tabi’in dan banyak mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan Ilmu pengetahuan.
Al-tafsir bi al-ma’tsur ( Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, Al-Qur’an dengan Sunnah) tidak dapat diragukan lagi kebenarannya dan tidak diperselisihkan karena keduanya mempunyai kedudukan yang tinggi, sedang penafsiran Al-qur’an dengan Sahabat atau tabi’in masih ada beberapa kelemahan seperti yang telah Penulis uraikan pada Bab Pembahasan.
Al-tafsir bi al-ra’y yang disebut juga tafsir dirayah atau tafsir ma’qul (tafsir dengan akal) muncul seiring berkembangnya ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah yang menuntut adanya perkembangan metodologi tafsir yang memasukkan unsur ijtihad yang lebih besar.
Ada beberapa perbedaan pendapat ulama tentang tafsir dengan ra’yu, tetapi perbedaan itu kita yakini terjadi semata-mata merupakan bentuk kehati-hatian mereka, dan apabila dengan sengaja diantara ulama tafsir menafsirkan Al-Qur’an dengan salah padahal tahu pendapat yang lain benar maka hendaknya siap menempatkan diri di neraka.
Tafsir mahmud merupakan tafsir yang sesuai dengan tujuan syara’, jauh dari kejahilan dan kesesatan, sejalan dengan kaidah-kaidah bahasa Arab serta berpegang pada uslub-uslubnya dalam memahami teks Al-Qur’an. Sedang tafsir mazmum menafsirkan Al-Qur’an tanpa ilmu atau sekehendak hatinya tanpa mengetahui dasar-dasar bahasa atau syariat, atau Kalam Allah (Al-Qur’an) ditafsirkan menurut pendapat yang salah dan sesat. Wallahu a’lam bisshawab.
B. KRITIK DAN SARAN
Penulis telah berusaha maksimal dengan kemampuan yang ia punya, tentu masih banyak kekurangan yang tanpa sengaja, untuk itu penulis terbuka untuk menerima kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan penulisan-penulisan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qaththan, Syaikh Manna’. Penerjemah: El-Mazni, Aunur Rafiq. 2006. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Departemen Agama RI. 2009. Al-Qur’an dan Terjemahnya. CV. Penerbit Diponegoro.
Ash-Shaabuuniy, Muhammad Ali. Penerjemah: Aminuddin. 1998. Studi Ilmu Al-Qur’an. Bandung: CV Pustaka Setia
Yatim, Badri ; sirajuddin, D. 2000. Sejarah Kebudayaan Islam II, (Program Penyetaraan D2 GPAI)
[1] Al-QaththanSyaikh Manna’, Penerjemah; El-Mazni Aunur Rafiq, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta Timur, 2006 h. 434
[2] Ash-Shaabuuniy Muhammad Ali, Studi Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Setia, Bandung, 1998 h. 248
[3] Ibid h. 248
[4] Al-Qaththan, Syaikh Manna’. Penerjemah El-Mazni Aunur Rafiq. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006 h. 438
[5] Ash-Shaabuuniy, Muhammad Ali. Penerjemah : Aminuddin. Studi Ilmu Al-Quran. CV Pustaka Setia. Bandung 1998 h. 255
[6] Ibid h. 255
[7]Ash-Shaabuuniy, Muhammad Ali. Penerjemah : Djaliel, Maman Abd. Studi Ilmu Al-Quran. CV Pustaka Setia. Bandung. 1998. H. 258
[8] Al-Qaththan, Syaikh Manna’. Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta. 2006 h.440
[9] Ash-Shaabuuniy, Muhammad Ali. Studi Ilmu Al-Qur’an. CV Pustaka Setia. Bandung. 1998 h. 258
[10] Yatim, Badri : Sirajuddin. D. Sejarah Kebudayaan Islam. Program Penyetaraan D2 GPAI. 2000 h.55-56
[11] Ash-Shaabuuniy, Muhammad Ali. Penerjemah : Aminuddin. Studi Ilmu Al-Qur’an. CV Pustaka Setia, Bandung. 1998 h.258
[12] Ibid h. 260
izin mengambil informasi dari postingan anda :)
BalasHapus