Sabtu, 17 Maret 2012

KONSEP ILMU PENGETAHUAN, SIFAT, DAN KOMPONEN DASARNYA§


Oleh: Moh. Nur Afandi

A.        PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan (science) mempunyai pengertian yang berbeda dengan pengetahuan (knowledge atau dapat juga disebut common sense). Orang awam tidak memahami atau tidak menyadari bahwa ilmu pengetahuan itu berbeda dengan pengetahuan. Bahkan mugkin mereka menyamakan dua pengertian tersebut. Tentang perbedaan antara ilmu pengetahuan dan pengetahuan akan dicoba dibahas disini.
Mempelajari apa itu ilmu pengetahuan itu berarti mempelajari atau membahas esensi atau hakekat ilmu pengetahuan. Demikian pula membahas pengetahuan itu juga berarti membahas hakekat pengetahuan. Untuk itu kita perlu memahami serba sedikit Filsafat Ilmu Pengetahuan. Dengan mempelajari Filsafat Ilmu Pengetahuan di samping akan diketahui hakekat ilmu pengetahuan dan hakekat pengetahuan, kita tidak akan terbenam dalam suatu ilmu yang spesifik sehingga makin menyempit dan eksklusif. Dengan mempelajari filsafat ilmu pengetahuan akan membuka perspektif (wawasan) yang luas, sehingga kita dapat menghargai ilmu-ilmu lain, dapat berkomunikasi dengan ilmu-ilmu lain. Dengan demikian kita dapat mengembangkan ilmu pengetahuan secara interdisipliner.
Perintisan “Ilmu pengetahuan” dianggap dimulai pada abad 4 sebelum Masehi, karena peninggalan-peninggalan yang menggambarkan ilmu pengetahuan diketemukan mulai abad 4 sebelum Masehi. Abad 4 sebelum Masehi merupakan abad terjadinya pergeseran dari persepsi mitos ke persepsi logos, dari dongeng-dongeng ke analisis rasional. Contoh persepsi mitos adalah pandangan yang beranggapan bahwa kejadian-kejadian misalnya adanya penyakit atau gempa bumi disebabkan perbuatan dewa-dewa. Jadi pandangan tersebut tidak bersifat rasional, sebaliknya persepsi logos adalah pandangan yang bersifat rasional. Dalam persepsi mitos, dunia atau kosmos dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan magis, mistis. Atau dengan kata lain, dunia dijelaskan oleh faktor-faktor luar (eksternal). Sedang dalam persepsi rasional, dunia dianalisis dari faktor-faktor dalam (internal). Atau dengan kata lain, dunia dianalisis dengan argumentasi yang dapat diterima secara rasional atau akal sehat. Analisis rasional ini merupakan perintisan analisis secara ilmiah, tetapi belum dapat dikatakan ilmiah.
Pada periode ini tokoh yang terkenal adalah Aristoteles. Persepsi Aristoteles tentang dunia adalah sebagai berikut: dunia adalah ontologis atau ada (eksis). Sebelum Aristoteles dunia dipersepsikan tidak eksis, dunia hanya menumpang keberadaan dewa-dewa. Dunia bukan dunia riil, yang riil adalah dunia ide. Menurut Aristoteles, dunia merupakan substansi, dan ada hirarki substansi-substansi. Substansi adalah sesuatu yang mandiri, dengan demikian dunia itu mandiri.
Pandangan Aristoteles yang dapat dikatakan sebagai awal dari perintisan “ilmu pengetahuan” adalah hal-hal sebagai berikut: 1) Hal Pengenalan, yang meliputi pengenalan inderawi; yang memberi pengetahuan tentang hal-hal yang kongkrit dari suatu benda.  Dan pengenalan rasional, yang dapat mencapai hakekat sesuatu melalui jalan abstraksi. 2) Hal Metode, menurut Aristoteles, “ilmu pengetahuan” adalah pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau hukum-hukum bukan objek-objek eksternal atau fakta. Penggunaan prinsip atau hukum berarti berargumentasi (reasoning). Menurut Aristoteles, mengembangkan “ilmu pengetahuan” berarti mengembangkan prinsip-prinsip, mengembangkan “ilmu pengetahuan” (teori) tidak terletak pada akumulasi data tetapi peningkatan kualitas teori dan metode.
Sebelum kita memahami ilmu pengetahuan lebih luas, maka dalam makalah ini lebih difokuskan pada pembahasan konsep-konsep dasar ilmu pengetahuan yang meliputi pengertian, hakekat, sifat ilmu pengetahuan dan struktur fundamental ilmu pengetahuan.

B.        PEMBAHASAN
1.       Pengertian dan Hakekat Ilmu Pengetahuan
Secara umum, filsafat ilmu pengetahuan adalah sebuah upaya untuk memahami makna, metode, struktur logis dari ilmu pengetahuan, termasuk juga di dalamnya kriteria-kriteria ilmu pengetahuan, hukum-hukum, dan teori-teori di dalam ilmu pengetahuan. Supaya lebih fokus, perlu dipertegas beberapa poin tentang filsafat ilmu pengetahuan.
Ada berbagai konsep yang digunakan secara khusus oleh seorang ilmuwan, tetapi tidak dianalisis oleh ilmuwan tersebut. Misalnya, ilmuwan seringkali menggunakan konsep-konsep seperti kausalitas, hukum, teori, dan metode.[1]
Ada berbagai macam definisi atau pengertian dari ilmu, yaitu:
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui, sementara itu secara istilah ilmu diartikan sebagai Idroku syai bi haqiqotih(mengetahui sesuatu secara hakiki). Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science(berasal dari bahasa lati dari kata Scio, Scire yang berarti tahu) umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna yang sama.[2]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki dua pengertian[3] :
1.     Ilmu Pengetahuan diartikan sebagai suatu pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerapkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) tersebut, seperti ilmu hukum, ilmu pendidikan, ilmu ekonomi dan sebagainya.
2.     Ilmu pengetahuan diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian, tentang soal duniawi, akhirat, lahir, batin, dan sebagainya, seperti ilmu akhirat, ilmu akhlak, ilmu batin, ilmu sihir, dan sebagainya.
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis, dengan menggunakan metode-metode tertentu.
Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.[4]
Setiap aktivitas ilmiah tentu bertolak dari konsep, karena konsep merupakan sebuah struktur pemikiran. Sontag[5] menyatakan bahwa setiap pembentukan konsep selalu terkait dengan empat komponen, yaitu, kenyataan (reality), teori (teori), kata-kata (words), dan pemikiran (thought). Kenyataan hanya akan merupakan sebuah misteri manakala tidak diungkapkan ke dalam bahasa. Teori merupakan tingkat pengertian tentang sesuatu yang sudah teruji, sehingga dapat dipakai sebagai titik tolak bagi pemahaman hal lain. Kata-kata merupakan cerminan ide-ide yang sudah diverbalisasikan. Pemikiran merupakan produk akal manusia yang diekspresikan ke dalam bahasa. Kesemuanya itu akan membentuk pengertian pada diri manusia, pengertian ini dinamakan konsep.
Daoed Joesoef menunjukkan bahwa pengertian ilmu mengacu pada tiga hal, yaitu: produk-produk, proses, masyarakat. Ilmu pengetahuan sebagai Produk yaitu pengetahuan yang telah diketahui dan diakui kebanarannya oleh masyarakat ilmuwan. Pengetahuan ilmiah dalam hal ini terbatas pada kenyataan-kenyataan yang mengandung kemungkinan untuk disepakati dan terbuka untuk diteliti, diuji, dan dibantah oleh seseorang.
Ilmu pengetahuan sebagai Proses artinya kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan demi penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang kita kehendaki. Metode ilmiah yang khas dipakai dalam proses ini adalah analisis-rasional, objektif, sejauh mungkin “impersonal” dari masalah-masalah yang didasarkan pada percobaan dan data yang dapat diamati. Bagi Thomas Khun “normal science” adalah ilmu pengetahuan dalam artian proses.
Ilmu pengetahuan sebagai Masyarakat artinya dunia pergaulan yang tindak-tanduknya, perilaku dan sikap serta tutur katanya diatur oleh empat ketentuan (imperative) yaitu universalisme, komunalisme, tanpa pamrih (disinterstedness), dan skeptisisme yang teratur.[6]
Van Meslen[7] mengemukakan beberapa ciri  yang menandai ilmu pengetahuan yaitu: (1) Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara lohis koheren. Itu berarti adanya sistem dalam penelitian (metode) maupun harus (susunan logis). (2) Ilmu pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat kaitannya dengan tanggung  jawab ilmuwan. (3) universalitas ilmu pengetahuan. (4) Objektivitaas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh objek dan tidak didistorsi oleh prasangka-prasangka subjektif (5) Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan. (6) progresivitas artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah sungguh-sungguh, bila mengandung pertanyaan-pertanyaan baru dan menimbulkan problem-problem baru lagi. (7) Kritis, artinya tidak ada teori ilmiah yang difinitif, setiap teori terbuka bagi suatu peninjauan kritis yang memanfaatkan data-data baru. (8) Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan kebertautan antara teori dengan praktis.
Aktivitas ilmiah tergantung pada sarana ilmiah berupa bahasa, pernyataan ilmiah. Lyotard mengajukan beberapa argumentasi yang disyaratkan bagi sebuah pernyataan ilmiah, yaitu Pertama, diakuinya aturan-aturan yang telah ditentukan alat argumentasi, yakni fleksibilitas sarana itu berupa pluralitas bahasannya. Kedua, karakternya sebagai bentuk permainan pragmatis yakni diakuinya “gerak” yang berlangsung tergantung pada suatu rangkaian kontrkak di antara para ilmuwan sebagai partner dialog. Akibatnya ada dua jenis kemajuan yang berbeda dalam pengetahuan: pertama, kesesuaian pada suatu gerak baru (argumen baru) di dalam aturan-aturan yang pasti; kedua, menemukan aturan-atuaran baru yakni perubahan pada suatu permainan baru.[8]
Hakekat ilmu pengetahuan dapat ditelusuri dari 4 (empat) hal, yaitu:
1.     Sumber ilmu pengetahuan
Sumber ilmu pengetahuan mempertanyakan dari mana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Ilmu pengetahuan diperoleh dari pengalaman (emperi) dan dari akal (ratio). Sehingga timbul faham atau aliran yang disebut empirisme dan rasionalisme. Aliran empirisme yaitu faham yang menyusun teorinya berdasarkan pada empiri atau pengalaman. Tokoh-tokoh aliran ini misalnya David Hume (1711-1776), John Locke (1632-1704), Berkley. Sedang rasionalisme menyusun teorinya berdasarkan ratio. Tokoh-tokoh aliran ini misalya Spinoza, Rene Descartes. Metode yang digunakan aliran emperisme adalah induksi, sedang rasionalisme menggunakan metode deduksi. Immanuel Kant adalah tokoh yang mensintesakan faham empirisme dan rasionalisme.
2.     Batas-batas Ilmu Pengetahuan
Menurut Immanuel Kant apa yang dapat kita tangkap dengan panca indera itu hanya terbatas pada gejala atau fenomena, sedang substansi yang ada di dalamnya tidak dapat kita tangkap dengan panca indera disebut nomenon. Apa yang dapat kita tangkap dengan panca indera itu adalah penting, pengetahuan tidak sampai disitu saja tetapi harus lebih dari sekedar yang dapat ditangkap panca indera.
Yang dapat kita ketahui atau dengan kata lain dapat kita tangkap dengan panca indera adalah hal-hal yang berada di dalam ruang dan waktu. Yang berada di luar ruang dan waktu adalah di luar jangkauan panca indera kita, itu terdiri dari 3 (tiga) ide regulatif: 1) ide kosmologis yaitu tentang semesta alam (kosmos), yang tidak dapat kita jangkau dengan panca indera, 2) ide psikologis yaitu tentang psiche atau jiwa manusia, yang tidak dapat kita tangkap dengan panca indera, yang dapat kita tangkap dengan panca indera kita adalah manifestasinya misalnya perilakunya, emosinya, kemampuan berpikirnya, dan lain-lain, 3) ide teologis yaitu tentang Tuhan Sang Pencipta Semesta Alam.
3.     Struktur
Yang ingin mengetahui adalah subjek yang memiliki kesadaran. Yang ingin kita ketahui adalah objek, diantara kedua hal tersebut seakan-akan terdapat garis demarkasi yang tajam. Namun demikian sebenarnya dapat dijembatani dengan mengadakan dialektika. Jadi sebenarnya garis demarkasi tidak tajam, karena apabila dikatakan subjek menghadapi objek itu salah, karena objek itu adalah subjek juga, sehingga dapat terjadi dialektika.
4.     Keabsahan
Keabsahan ilmu pengetahuan membahas tentang kriteria bahwa ilmu pengetahuan itu sah berarti membahas kebenaran. Tetapi kebenaran itu nilai (axiologi), dan kebenaran itu adalah suatu relasi. Kebenaran adalah kesamaan antara gagasan dan kenyataan. Misalnya ada korespondensi yaitu persesuaian antara gagasan yang terlihat dari pernyataan yang diungkapkan dengan realita.

2.       Sifat Ilmu Pengetahuan
Ciri umum dari kebenaran ilmu pengetahuan yaitu bersifat Rasional, Empiris, dan Sementara.
Rasional artinya kebenaran itu ukurannya akal. Sesuatu dianggap benar menurut ilmu apabila masuk akal. Sebagai contoh dalam sejarah kita menemukan adanya bangunan Candi Borobudur yang sangat menakjubkan. Secara akal pembangunan Candi Borobudur dapat dijelaskan, misalnya bangunan tersebut dibuat oleh manusia biasa dengan menggunakan teknik-teknik tertentu sehingga terciptalah sebuah bangunan yang megah. Janganlah kita menjelaskan bahwa Borobudur dibangun dengan menggunakan kekuatan-kekuatan di luar manusia, misalnya jin, sihir, setan, atau jenis makhluk-makhluk lainnya. Kalau penjelasan seperti ini, maka sejarah bukanlah sebagai ilmu pengetahuan.
Empiris artinya ilmu itu berdasarkan kenyataan. Kenyataan yang dimaksud di sini yaitu berdasarkan sumber yang dapat dilihat langsung secara materi atau wujud fisik. Empiris dalam sejarah yaitu sejarah memiliki sumber sejarah yang merupakan kenyataan dalam ilmu sejarah. Misalnya kalau kita bercerita tentang terjadinya Perang, maka perang itu benar-benar ada berdasarkan bukti-bukti atau peninggalan-peninggalan yang ditemukannya. Kemungkinan masih adanya saksi yang masih hidup, adanya laporan-laporan tertulis, adanya tempat yang dijadikan pertempuran, dan bukti-bukti lainnya.
Dengan demikian, cerita sejarah merupakan cerita yang memang-memang empiris, artinya benar benar terjadi. Kalau cerita tidak berdasarkan bukti, bukan sejarah namanya, tetapi dongeng yang bersifat fiktif. Sementara artinya kebenaran ilmu pengetahuan itu tidak mutlak seperti halnya kebenaran dalam agama. Kemutlakan kebenaran agama misalkan dikatakan bahwa Tuhan itu ada dan memiliki sifat yang berbeda dengan makhluknya. Ungkapan ini tidak dapat dibantah harus diyakini atau diimani oleh manusia.
Lain halnya dengan ilmu pengetahuan, kebenarannya bersifat Sementara, artinya dapat dibantah apabila ditemukan teori-teori atau bukti-bukti yang baru. Dalam sejarah, kesementaraan ini dapat dalam bentuk perbedaan penafsiran terhadap suatu peristiwa. Perbedaan ini dapat diterima selama didukung oleh bukti yang akurat. Kesementaraan inilah yang membuat ilmu pengetahuan itu berkembang terus.[9]
Sedangkan syarat ilmu Pengetahuan sebagaimana pendapat Dani Vardiansyah dalam bukunya Filsafat Ilmu Komunikasi, bahwa ilmu pengetahuan ilmiah harus memenuhi tiga syarat, yaitu:[10]
1.     Sistematik; yaitu merupakan kesatuan teori-teori yang tersusun sebagai suatu sistem.
2.     Objektif; atau dikatakan pula sebagai intersubjektif, yaitu teori tersebut terbuka untuk diteliti oleh orang lain/ahli lain, sehingga hasil penelitian bersifat universal.
3.     Dapat dipertanggung jawabkan; yaitu mengandung kebenaran yang bersifat universal, dengan kata lain dapat diterima oleh orang-orang lain atau ahli-ahli lain.
Sebagai pandangan lain, syarat utama berdirinya sebuah ilmu pngetahuan adalah bersifat umum-mutlak dan dapat memberi informasi baru. Teori ini dipakai dikarenakan esensinya bisa dipandang uneversal aau memenuhi syarat kebenaran inter-subjektif. Dan ilmu harus dibangun dan dikembangkan di atas tiga pondasi utama yaitu data, teori/epistemologi dan nilai/etika.[11]

3.       Objek ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bertujuan untuk mencapai kebenaran ilmiah tentang objek tertentu, yang diperoleh melalui pendekatan atau cara pandang (approach), metode (method),dan sistem tertentu.
Objek ilmu pengetahuan itu ada yang berupa materi (objek materi) dan ada yang berupa bentuk (objek formal). Objek materi adalah sasaran material suatu penyelidikan,pemikiran, atau penelitian keilmuan bisa berupa benda-benda material maupun yang nonmaterial,bisa pula berupa hal-hal,masalah-masalah,ide-ide dan konsep-konsep.[12]
1.      Objek Material: seluruh lapangan atau bahan yang dijadikan objek penyelidikan suatu ilmu.
2.      Objek Formal: objek materia yang disoroti oleh suatu ilmu, sehingga membedakan ilmu satu dengan ilmu lainnya,jika berobjek material lsama. Pada garis besarnya, objek ilmu pengetahu-an ialah alam dan manusia.
Dari keterangan  diatas dapat dipahami bahwa menurut objek formalnya, ilmu pengetahuan itu justru berbeda-beda dan banyak jenis serta sifatnya. Ada yang tergolong ilmu pengetahuan fisis (ilmu pengetahuan alam), karena pendekatan yang dilakukan menurut segi yang fisis. Ada pula yang tergolong ilmu pengetahuan non-fisis (ilmu pengetahuan sosial dan humaniora serta ilmu pengetahuan Ketuhanan), Karena pendekatannya menurut segi kejiwaan. Golongan pertama termasuk ilmu pengetahuan yang bersifat kuantitatif, sedangkan golongan kedua merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat kualitatif.

4.       Sumber ilmu pengetahuan
Dalam hal ini ada beberapa pendapat mengenai sumber ilmu pengetahuan diantaranya:
  1. Empirisme
Kata ini berasal dari Yunani Empirikos, yang artinya pengalaman. Menrut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya dan bila dikembalikan kepada kata Yunani, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman indrawi.[13]
  1. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek.
Akal menggunakan konsep-konsep rasional atau ide-ide universal. Konsep tersebut mempunyai wujud dalam alam nyata dan bersifat universal.Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip universal adalah abstraksi dari benda-benda konkrit.[14]
  1. Intuisi
Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini (intuisi) memerlukan suatu usaha. Ia juga mengatakan bahwa intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak.
Menurutnya, mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis, yang pada dasarnya bersifat analis, menyeluruh, mutlak, dan tanpa dibantu penggambaran secara simbolis. Karena itu intuisi adalah sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika.[15]
  1. Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantara para nabi. Para nabi memperoleh dari Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah. Pengetahuan mereka terjadi atas kehendak Tuhan. Tuhan mensucikan jiwa mereka untuk memperoleh kebenaran dengan jalan wahyu.[16]
Pengetahuan dengan jalan ini merupakan kekhususan para nabi. Hal inilah yang membedakan mereka dengan manusia lainnya. Akal meyakinkan bahwa kebenaran  pengetahuan mereka berasal dari Tuhan, karena pengetahuan ini memang ada pada saat manusia biasa tidak mampu mengusahakannya, karena hal ini memang diluar kemampuan manusia. Bagi manusia tidak ada jalan lain kecuali menerima dan membenarkan semua yang berasal dari Nabi.[17] 

5.       Struktur Fundamental Ilmu Pengetahuan
Dalam buku What is Science karya Archei J. Bahm di dalam bukunya Muhammad Muslih bahwa secara umum membicarakan enam komponen dari rancang bangun ilmu pengetahuan, artinya dengan enam komponen itu, sesuatu itu bisa disebut ilmu pengetahuan, yaitu:[18]
a.     Adanya masalah (problem)
Dalam persoalan ini, Archei J. Bahm menjelaskan bahwa tidak semua masalah menunjukkan ciri keilmiahan. Suatu masalah disebut masalah ilmiah jika memenuhi ‘persyaratan’, yaitu bahwa masalah itu merupakan masalah yang dihadapi dengan sikap dan metode ilmiah; Masalah yang terus mencari solusi; Masalah yang saling berhubungan dengan masalah dan solusi ilmiah lain secara sistematis (dan lebih memadai dalam memberikan pemahaman yang lebih besar). Untuk itu ia menawarkan, masalah yang dapat dikomunikasikan dan capable, yang disuguhkan dengan sikap dan metode ilmiah sebagai ilmu pengetahuan awal, sudah pantas dikatakan “masalah ilmiah” (scientific problem).
b.     Adanya sikap ilmiyah
Sikap ilmiah, menurut Bahm paling tidak, meliputi enam karakteristik pokok, yaitu: keingintahuan, spekulasi, kemauan untuk objektif, kemauan utnuk menangguhkan penilaian, dan kesementaraan.
Pertama, Keingintahuan; Yang dimaksud di sini adalah keingintahuan ilmiah, yang bertujuan untuk memahami. Ia berkembang dan berjalan terus sebagai perhatian bagi penyelidikan, penelitian, pengujian, eksplorasi, petualangan dan eksperimentasi.
Kedua, Spekulatif yang penuh arti; Yaitu diawali dengan keingintahuan untuk mencoba memecahkan semua masalah yang ditandai dengan beberapa usaha, termasuk usaha untuk menemukan solusi, misalnya dengan mengusulkan satu hipotesa atau lebih. Artinya, spekulasi adalah sesuatu hal yang disengaja dan berguna untuk mengembangkan dan mencoba membuat berbagai hipotesa. Dengan demikian, spekulasi merupakan karakteristik yang esensial dalam sikap ilmiah.
Ketiga, Kemauan untuk objektif di sini Archei J. Bahm menjelaskan bahwa ‘objektifitas’ adalah salah satu jenis sikap subjektif. Dalam arti bahwa objektifitas bergantung kepada eksistensinya, tidak hanya eksistensi sebuah subyek, tetapi juga atas kemauan subyek untuk memperoleh dan mengikuti sikap objektif, dalam arti sifat untuk memahami sifat dasar objek itu sendiri, sejauh objek tersebut bisa dipahami dengan cara ini.
Keempat, Keterbukaan. Maksud sikap ini menyangkut kemauan untuk bersikap terbuka. Ini termasuk kemauan untuk mempertimbangkan semua saran yang relevan dengan hipotesis, metodologi, dan bukti yang berhubungan dengan masalah di mana seseorang bekerja. Sikap ini harus dibarengi dengan sikap toleran, dan bahkan menerima ide-ide baru, termasuk, tidak saja ide yang berbeda dengan ide-idenya, tetapi juga yang kontradiksi atu yang berseberangan dengan kesimpulan-kesimpulannya.
Kelima, Kemauan, untuk menangguhkan penilain atau menunda keputusan. Bila penyelidikan tentang suatu objek atau masalah tidak menghasilkan pemahaman atau solusi yang diinginkan, maka seseorang tidak boleh menuntut jawaban yang lebih dari apa yang ia peroleh. Sikap ilmiah menyangkut kemauan untuk menangguhkan penilaian sampai bisa diperolehnya semua bukti yang diperlukan.
Keenam, Kesementaraan. Sikap kesementaraan akan selalu meragukan validitas suatu hipotesa termasuk pengerjaannya, bahkan meragukan segala usaha ilmiah termasuk bidang keahlian seseorang. Meskipun pengalaman perorangan dan kelompok cenderung membenarkan keyakinan yang lebih kuat dan memandangnya sebagai kesimpulan.
c.     Menggunakan metode ilmiyah
Sifat dasar metode ilmiah ini, menurut Archei J. Bahm harus dipandang sebagai hipotesa untuk pengujian lebih lanjut. “Esensi ilmu pengetahuan adalah metodenya”, sedang sisi yang lain, “Berkenaan dengan sifat dasar metode ilmiah. Archei J. Bahm berpendapat bahwa metode ilmiah itu adalah satu sekaligus banyak; dikatakan satu karena metode ilmiah, dalam penerapannya tidak ada persoalan, sedang dikatakan banyak, karena pada kenyataannya terdapat banyak jalan. Yaitu; a). masing-masing ilmu mempunyai metodenya sendiri-sendiri, yang paling cocok dengan jenis masalahnya sendiri. b). Setiap masalah particular memerlukan metode uniknya sendiri. c). Secara historis, para ilmuwan dalam bidang yang sama dalam waktu yang berbeda, memakai metode yang sama sekali berbeda, lantaran berbeda dalam perkembangan teoritis dan temuan teknologis. d). Perkembangan yang cepat dalam banyak ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin lama semakin saling bergantung dewasa ini, memerlukan perkembangan berbagai metodologi baru yang cepat, berkenaan dengan jenis masalah yang lebih ruwet dan dinamis. e). Siapa saja yang concern pada metode ilmiah harus mengakui bahwa metode ini mempunyai tahapan-tahapan yang membutuhkan metode yang berbeda pada setiap tahapannya.
Secara lebih khusus, metode ilmiah meliputi lima langkah, yaitu 1) Menyadari akan masalah; 2) Menguji masalah 3) Mengusulkan solusi 4) Menguji usulan atau proposal; dan 5) Memecahkan masalah.
d.     Adanya aktifitas
Ilmu pengetahuan adalah apa yang dikerjakan oleh para ilmuwan, yang kemudian bisaa disebut dengan “riset ilmiah”. Riset demikian mempunyai dua aspek: iindividu dan social.
Aspek Individu; Ilmu pengetahuan adalah suatu aktifitas yang dilaku-kan oleh orang-orang khusus. Aspek Sosial; Aktivitas ilmiah mencakup lebih banyak dari apa yang dikerjakan oleh para ilmuwan khusus.
e.     Adanya kesimpulan
Ilmu pengetahuan adalah pengetuan yang dihasilkan. Makanya ilmu pengetahuan sering dipahami sebagai kumpulan pengetahuan. Ide-ide adalah ilmu pengetahuan itu sendiri. kesimpulan pemahaman yang dicapai sebagai hasil pemecahan masalah—adalah tujuan ilmu pengetahuan. Kesimpulan adalah akhir atau tujuan yang membenarkan sikap, metode, dan aktifitasnya sebagai cara-cara. Kesimpulan adalah ilmu yang diselesaikan, bukan ilmu sebagai prospek atau dalam proses.
f.      Adanya pengaruh
Ilmu pengetahuan adalah apa yang digarap oleh ilmu pengetahuan. Bagian apa yang digarap oleh ilmu pengetahuan tersebut, kemudian menimbulkan pengaruh beraneka ragam, yang dapat dihubungkan pada dua hal, yaitu; a). Pengaruh ilmu pengetahuan terhadap teknologi dan industri, yang disebut ilmu terapan. b). pengaruh ilmu terhadap atau dalam masyarakat dan peradaban.

C.        KESIMPULAN
Secara umum dapat dikatakan bahwa ilmu pengetahuan selalu berurusan dengan fakta-fakta, yakni informasi tentang dunia dan unsur-unsurnya yang diaggap sebaga fakta keras dan dapat dianalisis.
Kata ilmu pengetahuan berasal dari bahasa inggris science. Kata  itu memiliki akarnya pada bahasa latin scientia yang berarti pengetahuan. Jadi, ilmu pengetahuan menawarkan sebuah pengetahuan  dan bukan sekedar opini tanpa dasar. Jadi, Ilmu pengetahuan adalah kerangka konseptual atau teori yang saling berkaitan yang memberi tempat pengkajian dan pengujian secara kritis dengan metode ilmiah oleh ahli-ahli lain dalam bidang yang sama, dengan demikian bersifat sistematik, objektif, dan universal.
Sebagai obyek ilmu pengetahuan ialah dunia fenomenal, dan metode pendekatannya berdasarkan pengalaman (experience) dengan menggunakan berbagai cara seperti observasi, eksperimen, survey, studi kasus, dan sebagainya. Pengalaman-pengalaman itu diolah oleh fikiran atas dasar hukum logika yang tertib. Data yang dikumpulkan diolah dengan cara analitis, induktif, kemudian ditentukan relasi antara data-data, diantaranya relasi kausalitas. Konsepsi-konsepsi dan relasi-relasi disusun menurut suatu sistem tertentu yang merupakan suatu keseluruhan yang terintegratif.
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan sebagai konsep awal dalam memahami filsafat ilmu dengan segala keterbatasan, kami berharap juga bisa ikut membantu dalam mencerdaskan generasi bangsa.

Wallahu a'lamu bi as-Shawab



DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Saeful. 2007. Filsafat Ilmu Al-Ghazali:Dimensi Ontologi dan Aksiologi. Pustaka Setia: Bandung.
Bertens, K. 1989. Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat  Ilmu, Gramedia: Jakarta.
Dani,Vardiansyah. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks: Jakarta.
Daoed, Joesoef. 1987. Pancasila Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan, dalam Pancasila sebagai orientasi Pengembangan Ilmu, PT Badan Penerbit Kedaulatan Rakyat: Yogyakarta.
Dep.Dik.Bud. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka, Jakarta.
Mustafa, H.A. 1997. Filsafat Islam, Pustaka Setia: Bandung.
Meslen, Van. 1985. Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita, Gramedia: Jakarta.
Muslih, Muhammad. 2004. Filsafat Ilmu; Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka teori Ilmu Pengetahuan, Belukar: Yogyakarta.
Mustansyir, Rizal. 2006. Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Runes. 1975. Dictionary of Philosophy.  New Jersey.
Sifat-sifat ilmu pengetahuan http://id.shvoong.com/socialsciences/education/2070
Sontag. 1987. Element og Philosophy. Charles Schibner’s Son: New York.
Suriasumantri, Jujun. 1998. Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.
Salam, Burhanuddin. 1987. Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan, Renika Cipta:  Jakarta
Surajiyo. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, PT Bumi Aksara: Jakarta. 2005
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya,cet. VII 2007
Wattimena, Reza. 2008. Filsafat dan Science Sebuah Pengantar. Grasindo: Jakarta.
Wahyudi, Imam. 2007. Pengantar Epistemologi, Badan Penerbitan Filsafat UGM: Yogyakarta.


§ Tugas Makalah Filsafat Ilmu Semester I kls A1 Pasca Serjana STAIN Jember
[1] Reza A. A Wattimena, Filsafat dan Science Sebuah Pengantar, Grasindo: Jakarta, 2008. hlm. 105.
[2] Jujun S, Suriasumantri. Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1998), hal 39
[3]  Dep.Dik.Bud. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 231. Baca juga:  Burhanuddin Salam, Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan, Renika Cipta, Jakarta hlm. 104
[4] K. Bertens. Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat  Ilmu, Gramedia,  Jakarta, 1989  H. 16
[5] Sontag, Element og Philosophy, Charles Schibner’s Son, new York, 1987. hlm. 141.
[6] Daoed Joesoef, “Pancasila Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan”, dalam Pancasila sebagai orientasi Pengembangan lmu, PT Badan Penerbit Kedaulatan Rakyat: Yogyakarta, 1987, hlm. 25-26.
[7] Van Meslen, Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita, Gramedia:Jakarta, 1985, hlm. 65-66.
[8] Rizal Mustansyir, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2006, hlm. 142.
[10] Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008. Hlm. 8.
[11] H. Saeful Anwar, Filsafat Ilmu Al-Ghazali:Dimensi Ontologi dan Aksiologi,Pustaka Setia, Bandung, 2007. Hlm. 89.
[12]  Surajiyo.Ilmu Filsafat Suatu Pengantar,Jakarta.PT Bumi Aksara,2005. hlm. 29
[13]  Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya,cet. VII 2007. Hal.24
[14] Harun Nasution, Filsafat Agama Hal.15
[15] Burhanuddin Salam, Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan, Renika Cipta, Jakarta. hlm. 102
[16]  Burhanuddin Salam, Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan, PT. Renika Cipta, Jakarta hlm.103.
[17] H.A. Mustafa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), cet.1 Hal.106. Baca juga : Imam Wahyudi, Pengantar Epistemologi, Badan Penerbitan Filsafat UGM, Yogyakarta. hlm. 50
[18] Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu; Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka teori Ilmu Pengetahuan, Belukar: Yogyakarta, 2004, hlm. 35.

0 komentar:

Posting Komentar