Sabtu, 17 Maret 2012

MODEL KUALITAS LAYANAN




MAKALAH
Dipresentasikan untuk memenuhi Tugas
Mata Kuliah Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan
Yang dibina oleh:
Prof. Dr. H. Khusnurridlo, M.Pd
Dr. Muksin, Mp.

                                                                          




Oleh :
ST. MUANIFAH
NIM. 08 49110130




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
STAIN JEMBER
NOPEMBER  2011
DAFTAR ISI

Judul .......................................................................................................................................  i
Daftar Isi ................................................................................................................................  ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................  1
A.    Latar Belakang .....................................................................................................  1
B.     Masalah atau Topik Bahasan ...............................................................................  1
C.     Tujuan Penulisan Makalah ...................................................................................  2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................  3
A.    Pengertian Kualitas Layanan ...............................................................................  3
B.     Manajemen Mutu Terpadu di Sekolah ................................................................  4
C.     Kepemimpinan dan Kerjasama untuk meraih Mutu ............................................ 5
BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 10
A.    Kesimpulan .......................................................................................................... 10
B.     Saran .................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 11











BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Peran utama pemerintah terhadap rakyatnya adalah memberikan pelayanan dalam rangka memenuhi kebutuhan yang diinginkan oleh masyarakat. Peranan pemerintah memang mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan dan dinamika masyarakat yang berkembang. Walaupun peran pemerintah mengalami berbagai perubahan, namun pada pokoknya tugas pemerintah adalah memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Tugas pelayanan pemerintah sangat relevan dengan pencapaian tujuan nasional sebagaimana tercantum dalam alenia ke-empat Pembukaan UUD 1945, lebih spesifik lagi yang berkaitan dengan pendidikan yaitu; Mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lembaga swasta pun tidak mau ketinggalan dalam rangka memberikan pelayanan yang berkualitas terhadap pelanggan. Adapun prosesnya melalui manajemen strategi yang berorientasi pada mutu dan difokuskan untuk memenuhi customer (users education).
            Total Quality Manajemen (TQM) atau Manajemen Mutu Terpadu dalam bidang pendidikan tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan kualitas, daya saing bagi output (lulusan) dengan indikator adanya kompetensi, baik intelektual maupun skill, serta kompetensi sosial siswa/lulusan yang tinggi. Dalam mencapai hasil tersebut, implementasi TQM di dalam organisasi pendidikan (sekolah) perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh, tidak dengan setengah hati.
            Oleh sebab itu lembaga yang bergerak dibidang pelayanan perlu melakukan pengukuran tingkat kepuasan pelanggan berdasarkan model kualitas pelayanan dengan kepuasan pelanggan.
B.     Masalah atau Topik Bahasan
1.      Pengertian Kualitas Layanan
2.      Manajemen Mutu Terpadu di Sekolah
3.      Kepemimpinan dan Kerjasama untuk meraih Mutu
C.    Tujuan Penulisan Makalah
Makalah ini disusun untuk membahas model kualitas layanan yang lebih mengarah pada dunia pendidikan, Manajemen Mutu Terpadu di sekolah, Kepemimpinan dan Kerjasama untuk meraih mutu, dan dapat memberikan informasi kepada pembaca.





















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kualitas Layanan
      Kualitas menurut Joseph Juran diartikan sebagai kecocokan penggunaan produk (fitness for use) untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan kepuasan pelanggan atau kualitas sebagai kesesuaian terhadap spesifikasi.[1]
W. Edward Deming menyatakan bahwa kualitas adalah kesesuaian kebutuhan pasar atau apapun yang menjadi kebutuhan dan keinginan konsumen.[2] Menurut Philip B Crosby kualitas adalah sesuai yang disyaratkan atau distandarkan atau kualitas sebagai nihil cacat, kesempurnaan, dan kesesuaian terhadap persyaratan. Feigenbaum mendefinisikan kualitas adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfaction).
Berkaitan dengan pelayanan, ada dua istilah yang perlu diketahui yaitu melayani dan pelayanan. Pengertian melayani adalah membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang. Sedangkan pengertian pelayanan adalah usaha melayani kebutuhan orang lain.[3] Dalam standar pelayanan juga terdapat baku mutu pelayanan. Pelayanan prima merupakan terjemahan dari istilah “exellent services” yang secara harfiah berarti pelayanan yang sangat baik atau terbaik, karena sesuai standar pelayanan yang berlaku.[4]
Kualitas Pelayanan berarti identik atau sama dengan pelayanan prima yaitu memberikan pelayanan yang terbaik.
Parasuraman, Zeithaml dan Berry merumuskan model kualitas pelayanan yang menyoroti persyaratan-persyaratan utama untuk memberikan kualitas pelayanan yang diharapkan. Model ini mengidentifikasikan lima gap yang memungkinkan kegagalan penyampaian pelayanan jasa yaitu;[5]
a.      Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen mengenai pelayanan.
Kesenjangan ini terjadi karena kurangnya orientasi pemasaran, pemanfaatan yang tidak memadai atas temuan-temuan penelitian, kurangnya interaksi pihak manajemen dan pelanggan, komunikasi dari bawah keatas yang kurang memadai serta banyaknya tingkatan manajemen.
Syarat untuk menghasilkan kualitas pelayanan yang tinggi adalah dengan menampilkan standar yang mencerminkan persepsi manajemen atas harapan konsumen.
b.      Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi kualitas pelayanan
Kualitas pelayanan yang diberikan kepada konsumen sangat dipengaruhi oleh standar yang mereka evaluasi. Jika standar pelayanan tidak mencerminkan harapan konsumen maka kualitas pelayanan yang dirasakan konsumen akan buruk dan sebaliknya.
Kadangkala manajemen mampu memahami secara tepat apa yang diinginkan konsumen, akan tetapi mereka tidak menyusun suatu standar kinerja tertentu yang jelas.
c.       Gap antara spesifikasi kualitas pelayanan dan penyampaian pelayanan
Penyebab terjadinya kesenjangan ini antara lain kurang terlatihnya karyawan, beban kerja melampaui batas, tidak dapat memenuhi standar kerja atau tidak mau memenuhi standar kerja yang ditentukan.
d.      Gap antara penyampaian pelayanan dan komunikasi eksternal
Konsumen dipengaruhi oleh iklan dan pernyataan yang dibuat oleh perusahaan namun mereka mendapatkan pelayanan yang tidak nyata artinya janji yang diiklankan perusahaan tidak ada dan tidak terpenuhi.
e.       Gap antara pelayanan yang dirasakan dan pelayanan yang diharapkan
Jika pelayanan yang dirasakan konsumen lebih baik daripada pelayanan yang diharapkan atau pelayanan yang diharapkan sama dengan pelayanan yang diterima, maka perusahaan akan menerima citra dan dampak yang positif. Gap ini dapat diketahui dan dirasakan pelanggan dari orang lain, pengalaman masa lalunya, dan ketidaksesuaian dengan kebutuhannya. Untuk menutupi kesenjangan yang terakhir ini maka harus ditutupi dengan keempat kesenjangan yang lain.
Model yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan yang dikembangkan Parasuraman, Zeithaml dan Berry yang dikenal dengan model PZB. Model PZB atau analisis model SERVQUAL merupakan analisis untuk mengukur lima dimensi kualitas jasa yaitu;
1.      Reliabilitas (reliability), berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama.
2.      Daya tanggap (responssiveness), berkenaan dengan kesediaan dan kemampuan penyedia layanan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka dengan segera.
3.      Jaminan (assurance), berkenaan dengan pengetahuan dan kesopanan karyawan serta kemampuan mereka dalam menumbuhkan rasa percaya dan keyakinan pada pelanggan (confidence).
4.      Empati (empathy), berarti perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.
5.      Bukti fisik (tangibles), berkenaan dengan daya tarik fasilitas fisik, perlengkapan dan material yang digunakan perusahaan, serta penampilan karyawan. [6]
Konsep kualitas layanan menurut pandangan Cristoper Lovolock; suatu produk bila ditambah dengan pelayanan akan menghasilkan suatu kekuatan yang memberikan manfaat lebih.[7]
Delapan suplemen pelayanan menurut Lovolock yaitu;
a.       Informating
Proses pelayanan yang berkualitas dimulai dari suplemen informasi dari produk dan jasa yang diperlukan oleh customer. Penyediaan informasi memberikan kemudahan kepada pelanggan.
b.      Consultation
Setelah memperoleh informasi yang diinginkan, biasanya customer akan membuat keputusan, yaitu membeli atau tidak.
c.       Undertaking
Keyakinan melalui konsultasi akan menggiring pada tindakan untuk memesan produk yang diinginkan.
d.      Hospitality
Pelanggan yang berurusan secara langsung ketempat-tempat transaksi akan memberikan penilaian terhadap sikap ramah dan sopan dari karyawan, ruang tunggu yang nyaman, kafe untuk makan dan minum, hingga tersedianya toilet yang bersih.
e.       Caretaking
Latar belakang pelanggan yang beragam akan menuntut pelayanan yang berbeda-beda pula. Kesemuanya harus diperhatikan oleh penjual.
f.       Exeption
Pelanggan kadang menginginkan pengecualian kualitas pelayanan, misal; bagaimana dan dengan cara apa perusahaan mengalami klaim-klaim pelanggan yang datang secara tiba-tiba, garansi terhadap tidak berfungsinya suatu produk, resitusi akibat produk tidak bisa dipakai.
g.      Billing
Titik rawan ketujuh pada administrasi pembayaran. Niat baik pembeli untuk bertransaksi sering gagal pada titik ini. Penjual harus memperhatikan hal-hal yang terkait dengan administrasi pembayaran, baik mekanisme pembayaran atau pengisian formulir transaksi.
h.      Payment
Pada ujung pelayanan, harus disediakan fasilitas pelayanan berdasarkan keinginan pelanggan. Dapat berupa self service payment seperti koin telepon, transfer bank, kredit card dan sebagainya.
Model kesetiaan dalam bisnis
Adalah sebuah model bisnis yang dipergunakan dalam manajemen strategis. Sumber-sumber perusahaan dikerahkan untuk meningkatkan kesetiaan pelanggan dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya dengan harapan  bahwa tujuan-tujuan perusahaan akan tercapai bahkan terlampaui. Contoh khas model ini adalah kualitas produk atau pelayanan yang membuat pelanggan puas, yang pada gilirannya menghasilkan kesetiaan pelanggan, dan selanjutnya mendatangkan keuntungan.
Beberapa jenis ikatan kesetiaan dalam bisnis;
1.      Ikatan hukum (kontrak)
2.      Ikatan teknologis (teknologi bersama)
3.      Ikatan ekonomi (ketergantungan)
4.      Ikatan pengetahuan
5.      Ikatan sosial
6.      Ikatan budaya atau etnis
7.      Ikatan ideologis
8.      Ikatan psikologis
9.      Ikatan geografis
10.  Ikatan waktu
11.  Ikatan perencanaan
Kesetiaan pelanggan ditentukan oleh tiga faktor;
a.       Kekuatan hubungan
b.      Alternatif yang dipersepsikan
c.       Kejadian-kejadian kritis
Asumsi dasar dari semua model kesetiaan adalah bahwa upaya mempertahankan pelanggan yang ada sekarang itu lebih murah daripada upaya mendapatkan pelanggan baru.
Keuntungan yang meningkat yang terkait dengan upaya untuk mempertahankan pelanggan menurut Buchanan dan Gilles (1990) adalah
1.      Biaya akuisisi terjadi hanya pada awal permulaan hubungan; semakin lama hubungan berlangsung, semakin rendah biaya pembayaran kembali.
2.      Biaya memelihara rekening menurun sementara sebagai persentase dari keseluruhan biaya.
3.      Pelanggan lama cenderung untuk tidak berpindah dan juga cenderung untuk tidak begitu sensitif terhadap harga. Ini dapat menghasilkan volume penjualan satuan yang stabil dan peningkatan dalam hasil penjualan.
4.      Pelanggan lama dapat memulai promosi gratis dari mulut ke mulut dan merujuk orang lain kepada bisnis ini.
5.      Pelanggan lama lebih besar kemungkinannya untuk membeli produk-produk ancillary dan produk-produk tambahan dengan marjin keuntungan yang tinggi.
6.      Pelanggan lama cenderung merasa puas dalam hubungan mereka dengan perusahaan dan lebih sedikit kemungkinannya untuk beralih kepada para pesaing, sehingga mempersulit perusahaan lain untuk masuk kepasar atau memperoleh keuntungan dalam pangsa pasar.
7.      Pelanggan biasa cenderung lebih murah untuk dilayani karena mereka sudah mengenal baik prosesnya, membutuhkan lebih sedikit “pendidikan” dan konsisten dalam pesanannya.
8.      Upaya mempertahankan pelanggan dan kesetiaan yang meningkat membuat pekerjaan pegawai lebih mudah dan lebih memuaskan.
B.     Manajemen Mutu Terpadu di Sekolah
Adalah upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan di dunia pendidikan yang semakin ketat bersaing dewasa ini.
Manajemen Mutu Terpadu yang diterjemahkan dari Total Quality Management (TQM) atau disebut pula Pengelolaan Mutu Total (PMT) adalah suatu pendekatan mutu Pendidikan melalui peningkatan mutu komponen terkait. M. Yusuf Hanafiah dkk mendefinisikan Pengelolaan Mutu Total (PMT) sebagai suatu pendekatan yang sistematis, praktis, dan strategis dalam menyelenggarakan suatu organisasi yang mengutamakan kepentingan pelanggan. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu.
Sedangkan yang dimaksud dengan Pengelolaan Mutu Total (PMT) pendidikan tinggi (bisa pula sekolah) adalah cara mengelola lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa meningkatkan mutu harus diadakan dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak dini secara terpadu dan berkesinambungan, sehingga pendidikan sebagai jasa  yang berupa proses pembudayaan sesuai dengan dan bahkan melebihi kebutuhan para pelanggan, baik masa kini maupun yang akan datang.[8]
C.    Kepemimpinan dan Kerjasama untuk meraih Mutu
1.      Komponen dan Prinsip-Prinsip dalam Mutu Pendidikan
Komponen yang terkait dengan mutu pendidikan yang termuat dalam buku Panduan Manajemen Sekolah ada lima macam;
a.       Siswa, meliputi kesiapan dan motivasi belajarnya.
b.      Guru, meliputi kemampuan profesional, moral kerja (kemampuan personal), dan kerjasama (kemampuan sosial).
c.       Kurikulum, meliputi relevansi konten (isi) dan operasionalisasi proses pembelajarannya.
d.      Sarana dan prasarana, meliputi kecukupan dan keefektifan dalam mendukung proses pembelajaran.
e.       Masyarakat (orang tua, pengguna lulusan dan perguruan tinggi), yaitu partisipasinya dalam pengembangan program-program pendidikan sekolah.[9]
Mutu komponen-komponen tersebut diatas menjadi fokus perhatian kepala sekolah. Selama ini sekolah dianggap sebagai unit produksi, dimana siswa sebagai bahan mentah dan lulusan sekolah sebagai hasil produksi. Dalam Pengelolaan Mutu Total (PMT), sekolah dipahami sebagai suatu unit layanan jasa, yakni pelayanan pembelajaran. Sebagai unit layanan jasa, maka yang dilayani sekolah (pelanggan sekolah) adalah pelanggan internal dan ekternal. Pelanggan internal meliputi guru, pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi. Sedangkan pelanggan eksternal terdiri dari pelanggan primer (siswa), pelanggan sekunder (orang tua, pemerintah dan masyarakat), dan pelanggan tersier (pemakai/penerima lulusan, baik di perguruan tinggi maupun dunia usaha).
Sehingga dalam hal ini, minimal ada delapan prinsip yang harus diterjemahkan dalam tataran praktis manajerial sekolah dalam rangka memanajemen pola organisasi demi meningkatkan mutu pendidikan. Yaitu;
a.      Fokus pada Pelanggan
Organisasi bergantung pada pelanggan. Oleh karenanya, organisasi harus memahami kebutuhan masa kini dan masa mendatang dari pelanggannya, serta harus memenuhi dan berusaha melampaui harapan pelanggan. Kemampuan menarik perhatian, melayani, dan memelihara pelanggan adalah tujuan tertinggi dari sekolah. Tanpa fokus dan keterlibatan pelanggan tujuan manajemen mutu tidak berarti. Organisasi yang berfokus pada orientasi pelayanan sebagai perangkat utama dalam melaksanakan misinya.
Sedangkan dalam lingkup pendidikan, kepuasan pengguna jasa pendidikan merupakan faktor yang sangat penting dalam TQM. Oleh sebab itu, identifikasi pengguna jasa pendidikan dan kebutuhan mereka merupakan aspek yang krusial. Adapun langkah pertama TQM adalah memandang peserta didik sebagai pelanggan yang harus dilayani dengan baik.
b.      Kepemimpinan
Pemimpin menetapkan kesatuan tujuan dan arah organisasi. Pemimpin puncak perlu menyusun visi sekolah dengan jelas dan dilengkapi dengan sasaran dan tujuan yang konsisten serta didukung pula dengan taktis dan strategis.
Kesadaran akan kualitas dalam lembaga pendidikan tergantung kepada faktor intangibles, terutama sikap manajemen tingkat atas (pimpinan lembaga pendidikan dasar menenngah atau kepala sekolah) terhadap kualitas jasa pendidikan. Pencapaian tingkat kualitas bukan hasil penerapan jangka pendek untuk meningkatkan daya saing, melainkan melalui implementasi TQM yang mensyaratkan kepemimpinan yang kontinu.[10] Dewan sekolah, pengawas dan administrator berperan dalam memfokuskan serta memberi arahan pada wilayah dan sekolah. Merekalah yang memiliki masa depan, dan mereka jugalah yang berkemampuan mengajak para guru dan staf untuk mau menerima visi itu sebagai milik mereka, agar memiliki komitmen untuk mewujudkun visi tersebut. Pemimpin perlu memiliki karakteristik pribadi yang mencakup dorongan, motivasi untuk memimpin, kejujuran dan integritas, kepercayan diri, inisiatif, kreativitas/originalitas, adaptabilitas/fleksibelitas, kemampuan kognitif, serta pengetahuan dan karisma. Kualitas manajerial pimpinan harus dapat memberikan inspirasi pada semua jajaran manajemen agar mampu memperagakan kualitas kepemimpinan yang sama – yang diperlukan untuk mengembangkan budaya TQM. Oleh sebab itu keterlibatan langsung pemimpin lembaga pendidikan sangat penting.
Dimensi-dimensi untuk pelayanan :
1.      Penampilan
2.      Keterpercayaan
3.      Ketanggapan
4.      Kompetensi
5.      Kesopanan
6.      Kredibilitas
7.      Keamanan
8.      Kemudahan akses
9.      Pemahaman pelanggan
c.       Pelibatan Anggota
Anggota pada semua tingkatan merupakan inti suatu organisasi, dan pelibatan penuh mereka memungkinkan kemampuannya dipakai untuk manfaat organisasi. Para karyawan harus dilibatkan  pada setiap proses untuk menyusun arah dan tujuan serta peralatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan mutu, sehingga setiap individu akan terlibat dan punya tanggungjawab untuk mencari perbaikan yang terus menerus terhadap proses yang berada pada lingkup tugasnya. Memperbaiki proses kerja hanya akan berhasil jika semua pihak, dari atas sampai bawah dan juga persilangan antar fungsi, terlibat dalam perubahan.
d.      Pendekatan Proses
Pendekatan proses adalah suatu pendekatan untuk perencanaan, pengendalian, dan peningkatan proses-proses utama dalam sekolah (trilogi proses mutu) dengan lebih menekankan terhadap keinginan pelanggan daripada keinginan fungsional. Orientasi proses ini memerlukan perubahan yang cukup signifikan, karena banyak manajemen yang lebih berorientasi pada produk daripada proses.
e.       Pendekatan Sistem pada Manajemen
Sistem didefinisikan sebagai kumpulan dari berbagai bagian/komponen yang satu sama lain saling tergantung untuk menuju tujuan. Pendekatan sistem memandang suatu organisasi secara keseluruhan daripada bagian-bagian, yang diekspresikan sebagai holistik.
f.       Perbaikan Berkesinambungan
Perbaikan berkesinambungan atas kinerja organisasi secara menyeluruh hendaknya dijadikan sebagai sasaran tetap dari organisasi. Proses berkesinambungan adalah prinsip dasar dimana mutu menjadi pusatnya.
Perbaikan yang berkesinambungan berkaitan dengan komitmen (continous quality improvement atau CQI) dan (continous process improvement). Komitmen terhadap kualitas dimulai dengan pernyataan dedikasi pada visi dan misi bersama.
Upaya perbaikan kualitas secara berkesinambungan dalam lembaga pendidikan harus menggunakan pendekatan sistem terbuka atas fungsi inti lembaga pendidikan – student learning. Ada tiga pendekatan yang digunakan untuk menjamin kualitas lembaga pendidikan ini, yaitu pendekatan akreditasi, pendekatan outcome assesment, dan pendekatan sistem terbuka.[11]
g.      Pendekatan Fakta pada Pengambilan Keputusan
Keputusan yang efektif didasarkan pada analisis data dan informasi. Pengambilan keputusan yang dilakukan berdasarkan pendapat atau informasi lisan seringkali menimbulkan bias. Oleh karena itu, manajemen hendaknya membangun kebiasaan menggunakan fakta dan hasil analisis sebelum melakukan pengambilan keputusan. Fakta dapat diperoleh dengan wawancara, kuisioner, jajak pendapat, pengujian, analisis statistik dan lain-lain yang memberikan hasil yang objektif.
h.      Hubungan yang Saling Menguntungkan dengan Pemasok
Hubungan antara sekolah dan pemasoknya (masyarakat) yang saling bergantung dan saling menguntungkan akan meningkatkan kemampuan keduanya untuk menciptakan nilai. Organisasi manajemen mutu yang sukses menjalin hubungan yang kuat dengan para pemasok dan pelanggan untuk menjamin terjadinya perbaikan mutu secara berkesinambungan dalam menghasilkan barang dan jasa.
Kualitas jasa yang unggul dan konsisten dapat menumbuhkan kepuasan pelanggan dan akan memberikan berbagai manfaat, seperti;
1)      Hubungan perusahaan dan para pelanggannya menjadi harmonis
2)      Memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang
3)      Dapat mendorong terciptanya loyalitas pelanggan
4)      Membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan
5)      Reputasi perusahaan menjadi baik di mata pelanggan
6)      Laba yang diperoleh dapat meningkat.[12]

Kepuasan pelanggan
Menurut Kolter,  kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan dibandingkan harapannya. Beberapa pakar mendefinisikan kepuasan pelanggan.[13]
Day dalam Tse dan Wilton, 1998 mendefinisikan kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian (disconfirmation) yang dipersepsikan antara harapan awal sebelum pembelian dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaian.
Dari kedua definisi diatas, maka dapat diketahui adanya kesamaan tentang komponen kepuasan pelanggan yaitu harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Pada umumnya harapan-harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli.
Untuk mengukur kepuasan pelanggan, metode yang dapat diterapkan menurut Kolter antara lain;
1.      Sistem keluhan dan saran
2.      Survei kepuasan pelanggan
3.      Pembelanjaan ghaib (ghost shoping)
4.      Analisis pelanggan yang hilang (Lost Customer Analysis)
5.      Obyek penelitian
Dari uraian kepuasan pelanggan dan manfaat diatas, dalam pembahasan ini sebagai perusahaannya adalah lembaga pendidikan, dan sebagai pelanggannya tentu pelanggan internal ( guru, laboran, pustakawan, dan administrator) dan eksternal  (siswa, orang tua siswa, pemerintah, masyarakat dan pemakai jasa lulusan).



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Kualitas Pelayanan berarti identik atau sama dengan pelayanan prima yaitu memberikan pelayanan yang terbaik.
Dimensi-dimensi untuk pelayanan : Penampilan, Keterpercayaan, Ketanggapan, Kompetensi, Kesopanan, Kredibilitas, Keamanan, Kemudahan akses, Pemahaman pelanggan.
Kualitas sama dengan mutu, baik buruknya pelayanan merupakan gambaran dari tingkat kualitas pelayanan yang disajikan kepada pelanggan. Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) Pendidikan menawarkan dan memberikan solusi yang komprehenship sehingga diharapkan model kualitas layanan disekolah mendapatkan respon positif dari pelanggan baik pelanggan internal (guru, laboran, pustakawan, administrasi) maupun pelanggan ekternal yakni pelanggan primer (siswa), pelanggan sekunder (orang tua siswa, pemerintah dan masyarakat), pelanggan tersier (pengguna jasa lulusan) dalam rangka memberikan kualitas layanan terbaik atau pelayanan prima (exellent services) bagi pelanggan.
Model yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan yang dikembangkan Parasuraman, Zeithaml dan Berry yang dikenal dengan model PZB atau analisis model SERVQUAL, yang berisi; Reliabilitas (reliability), Daya tanggap (responssiveness), Jaminan (assurance), Empati (empathy), dan Bukti fisik (tangibles) rasanya tidak berlebihan bila diterapkan dalam dunia pendidikan, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kualitas layanan dengan sebaik mungkin, efektif dan efisien.
Pengelolaan Mutu Total (PMT) pendidikan tinggi (bisa pula sekolah) adalah cara mengelola lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa meningkatkan mutu harus diadakan dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak dini secara terpadu dan berkesinambungan, sehingga pendidikan sebagai jasa  yang berupa proses pembudayaan sesuai dengan dan bahkan melebihi kebutuhan para pelanggan, baik masa kini maupun yang akan datang.

B.     SARAN

Manajemen Mutu Terpadu Pendidikan berupaya meningkatkan kualitas layanan dalam dunia pendidikan agar menjadi nilai tawar bagi pelanggan, maka apa yang telah penulis paparkan diatas diharapkan dapat diambil manfaatnya bagi penulis dan pembaca. Saran yang membangun kami harapkan, untuk penyempurnaan penulisan-penulisan selanjutnya.
















































DAFTAR PUSTAKA



Nasution, M. N. 2000, Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management), Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sutopo dan Suryanto, Adi. 2003, Pelayanan Prima, Lembaga Administrasi Negara.
Sutopo dan Suryanto, Adi. 2011, Pelayanan Prima, Lembaga Administrasi Negara.
Umiarso dan Gojali, Imam. 2010, Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan Jogjakarta: IRCiSoD.
Rochaety, Eti dkk. 2006, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
Tjiptono. 1997,  Total Quality Service, Jakarta: Andi Offset



[1] M. N. Nasution, Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management), (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000), 15.
[2] Ibid, 16.
[3] ibid
[4] Sutopo dan Adi Suryanto, Pelayanan Prima (Lembaga Administrasi Negara, 2003), 9.
[5] Tjiptono, Total Quality Service (Jakarta: Andi Offset, 1997)
[6] Sutopo dan Adi Suryanto, Pelayanan Prima (Lembaga Administrasi Negara, 2011), 66.
[7]Ibid, 34
[8] Umiarso dan Imam Gojali, Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan (Jogjakarta: IRCiSoD, 2010), 150.
[9] Ibid, 151.
[10] Eti Rochaety, dkk, Sistem Informasi Manajemen Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 152.
[11] Ibid, 120.
[12] Tjiptono, Total Quality Service (Jakarta: Andi Offset, 1997
[13] ibid

0 komentar:

Posting Komentar