Sabtu, 17 Maret 2012

ASBAB AL - NUZUL





Untuk memenuhi tugas Matakulliah
STUDI AL QUR’AN

Yang dibina oleh
Dr. Pujiono, M.Ag




Oleh
Moh. Sunarji
0849110144
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA STAIN JEMBER
DESEMBER  2011


ASBAB AL-NUZUL

     I.     Pendahuluan
Al-Qur’an adalah kitab suci kaum muslimin dan menjadi sumber ajaran Islam yang pertama dan utama yang harus mereka imani dan aplikasikan dalam kehidupan mereka agar mereka memperoleh kebaikan di dunia dan di akhirat. Karena itu, tidaklah berlebihan jika selama ini kaum muslimin tidak hanya mempelajari isi dan pesan-pesannya. Tetapi juga telah berupaya semaksimal mungkin untuk menjaga otentitasnya. Upaya itu telah mereka laksanakan sejak Nabi Muhammad Saw masih berada di Mekah, setelah hijrah ke Madinah hingga saat ini. Dengan kata lain upaya tersebut telah mereka laksanakan sejak al-Qur’an diturunkan hingga saat ini. Mengenai mengerti asbabun nuzul sangat banyak manfaatnya. Karena itu tidak benar orang-orang mengatakan, bahwa mempelajari dan memahami sebab-sebab turun al-Qur’an itu tidak berguna, dengan alasan bahwa hal-hal yang berkaitan dengan ayat-ayat al-Qur’an itu telah masuk dalam ruang lingkup sejarah. Di antara manfaatnya yang praktis ialah menghilangkan kesulitan dalam memberikan arti  ayat-ayat al-Qur’an. Imam al-Wahidi menyatakan “ tidak mungkin orang mengerti tafsir suatu ayat, kalau tidak mengetahui ceritera yang berhubungan dengan ayat-ayat itu, tegasnya untuk mengetahui tafsir yang terkandung dalam ayat itu harus mengetahui sebab-sebab ayat itu diturunkan”.
Ilmu asbab al-nuzul termasuk di antara ilmu-ilmu penting, ilmu ini menunjukkan dan menyingkap hubungan dan dialektika antara teks dengan realitas. Jika konsep-konsep kritik sastra mengenai “ mimetik atau imitasi “ dalam formulasi filosofisnya dipengaruhi oleh teradisi Yunani setelah tradisi tersebut diinterpretasikan kenbali agar sesuai dengan realitas teks-teks arab , maka asbab al-nuzul membekali kita materi baru yang memandang (turunnya) teks sebagai respons atas realitas, dan menegaskan hubungan “dialogis” dan dialektik” antara teks dengan realitas.
Fakta-fakta empiris berkaitan dengan teks menegaskan bahwa teks diturunkan secara berangsur-angsur selama lebih dari dua puluh tahun. Teks juga menegaskan bahwa setiap ayat atau sejumlah ayat diturunkan ketika ada suatu sebab khusus yang mengharuskannya diturunkannya, dan bahwa sangat sedikit ayat yang diturunkan tanpa ada sebab eksternal. Ulama Al-Qur’an memandang bahwa bingkai realitas melalui jenis ayat atau sejumlah ayat dapat dipahami, ditentukan oleh sebab atau munasabah tertentu. Atau dengan kata lain, ulama menyadari bahwa kemampuan mufassir untuk memahami makna teks harus didahui dengan pengetahuan tentang realitas-realitas yang memproduksi teks-taks tersebut. 
Ulama salaf tatkala terbentur kesulitan dalam memahami ayat dan teks ayat, mereka segera kembali berpegang pedoman asbabun nuzulnya. Dengan cara ini hilanglah semua kesulitan yang mereka hadapi dalam mempelajari dan memahami al-Qur’an oleh “Asbabun Nuzul”.
Dalam hal ini penulis mencoba mengupas dalam bentuk makalah yang berjudul “ASBAB AL-NUZUL” dengan harapan semoga makalah ini dapat menambah keimanan dan keilmuan kita baik di dunia maupun di akhirat kelak. Amien.
      II.          Pengertian dan Metode Mengetahui Asbab Al-Nuzul
A.    Pengertian Asbab Al-Nuzul
Menurut bahasa (etimologis), asbab al-nuzul brarti turunnya ayat-ayat Al-Qur’an dari kata “asbab” jamak dari “sabab” yang artinya sebab-sebab, sedangkan nuzul artinya turun, yakni turunnya ayat al-Qur’an. Jadi asbab al-nuzul adalah suatu peristiwa yang menyebabkan turunnya ayat-ayat Al-Qur’an baik secara langsung atau tidak langsung. atau, asbab Al-nuzul ayat itu berarti sebab-sebab turunnya ayat. Dalam pengertian sederhana turunnya suatu ayat disebabkan oleh suatu peristiwa, sehingga tanpa adanya peristiwa itu, ayat tersebut itu tidak turun. Sedangkan menurut Subhi Shalih misalnya menta’rifkan (ma’na) sababun nuzul ialah:
ما نزلت الأية او الآيات بسببه متضمنة له أو مجيبة عنه أو مبينة لحكمه زمن وقوعه.
Yaitu, semua yang disebabkan olehnya diturunkan suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebabnya, atau menerangkan hukumnya, pada saat terjadinya peristiwa itu.
Yakni, sesuatu kejadian yang terjadi di zaman Nabi Saw, atau sesuatu pertanyaan yang dihadapkan kepada Nabi dan turunlah suatu atau beberapa ayat dari Allah Swt yang berhubungan dengan kejadian itu, atau dengan penjawaban pertanyaan itu baik peristiwa itu merupakan pertengkaran, ataupun merupakan kesalahan yang dilakukan maupun merupakan suatu peristiwa atau suatu keinginan yang baik.
Definisi yang dikemukakan ini dan yang diistilahi, menghendaki supaya  ayat-ayat al-Qur’an, dibagi dua:
1.        Ayat yang ada sebab nuzulnya.
Dalam hal ini ayat-ayat tasyri’iyah atau ayat-ayat  hukum merupakan ayat-ayat yang pada umumnya mempunyai sebab turunnya. Jarang  atau sedikit sekali ayat-ayat hukum yang turun tanpa suatu sebab. Dan sebab turunnya ayat itu adakalanya berupa pertanyaan dari kalangan Islam dan dari kalangan lainnya yang ditujukan kepada Nabi.
Contoh ayat yang turun karena ada suatu peristiwa ialah surat al-Baqarah: 221
ولا تنكحوا المشركات حتى يؤمن ولأمة مؤمنة خير من مشركة ولو اعجبتكم , ولا تنكحوا المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو اعجبكم , اولئك يدعون الى النار والله يدعوا الى الجنة والمغفرة بإذ نه  ويبين اياته للناس لعلهم يتذكرون
Artinya : Janganlah kamu kawini wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman, sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu mengawinkan orang-orang musyrik  (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka mukmin, sesungguhnya budak mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat (perintah-perintah-Nya) kepada manusia sepaya mereka mengambil pelajaran.
Turunnya ayat ini adalah karena adanya peristiwa sebagai berikut : Nabi mengutus mursyid al-Ghanawi ke Mekah untuk tugas mengeluarkan orang-orang Islam yang lemah. Setelah sampai disana, ia dirayu oleh wanita musyrik yang cantik dan kaya, tetapi ia menolak karena takut kepada Allah. Kemudian wanita tersebut datang lagi dan minta agar dia dikawini.  Mursyid pada prinsipnya dapat menerimanya, tetapi denga syarat setelah mendapat persetujuan dari Nabi. Setelah di kembali ke Madinah ia menerangkan kasus yang dihadapi dan ia minta izin kepada Nabi untuk kawin dengan wanita itu.
2.        Ayat yang tidak ada sebab nuzulnya.
Ayat-ayat semacam ini banyak terdapat dalam Al-Qur’an dan jumlahnya lebih banyak dari pada ayat-ayat hukum yang mempunyai asbabun nuzul misalnya ayat-ayat yang mengisahkan hal ihwal umat yang dahulu beserta para nabinya, atau menerangkan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa yang lalu, atau menceritakan tetang hal-hal  yang ghaib yang akan terjadi, atau menggambarkan keadaan hari kiamat beserta nikmat surga dan siksaan neraka.
Ayat-ayat yang demikian itu diturunkan oleh Allah bukan untuk memberi tanggapanterhadap suatu pertanyaan atau suatu peristiwa yang terjadi pada waktu itu, melainkan semata-mata untukkk memberi petunjuk kepada manusia agar menempuh jalan yang lurus. Dan Allah menjadikan ayat-ayat ini mempunyai hubungan menurut konteks Qur’ani dengan ayat-ayata sebelumnya dan ayat-ayat sesudahnya.
Karena itu tidak benar dugaan sebagian Ulama bahwa setiap ayat yang turun itu mempunya asbabun nuzul. Bahkan hanya sebagian kecil saja ayat-ayat Al-Qur’an itu mempunyai asbabun nuzulnya, yakni aayat-ayat ahkam. Di luar ayat-ayat ahkam, seperti ayat-ayat yang mengisahkan hal-ihwal para Nabi beserta umatnya masing-masing, pada umumnya tidak punya asbabun nuzul. Kalau ayat-ayat kisah ini bisa dikatakan punya asbabun nuzul, maka asbabun nuzulnya hanya mempunya suatu motif saja yang bersifat umum, yakni ; untuk menghibur Nabi Muhammad SAW, dan untuk menguatkan hatinya dalam menghadapi tantangan-tantangan yang keras teruatama dari kaum sendiri (Quraisy). Misalnya ayat-ayat tentang kisah Nabi Musa AS yang berulang-ulang diungkapkan di tempat-tempat yang terpencar-pencar dengan gambaran-gambaran atau peristiwa-peristiwa yang bermacam-macam.
Namun demikian, ada juga ayat-ayat tentang kisah yang diturunkan karena ada sebab. Tetapi ayat semacam ini sedikit sekali. Misalnya turunnya surat Yusuf seluruhnya adalah karena adanya keinginan yang serius dari para sahabat yang disampaikan kepada Nabi agar Nabi berkenan bercerita yang mengandung pelajaran dan peringatan, dengan ucapan :
يا رسول الله لوقصصت علينا .
(Ya Rosullah alangakah senangnya kita semua, sekiranya engkau bercerita kepada kita). Maka Allah SAW menurunkan firman-Nya:
آلم , تلك ايات الكتاب المبين , انا انزلناه قرآنا عربيا لعلكم تعقلون ,  نحن نقص عليك احسن القصص بما اوحينا اليك هذا القرأن  , وان كنت من قبله لمن الغافلين .
Artinya : Alif Lam Mim, itu adalah ayat-ayat Al-Qur’an yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab agar kamu memahaminya. Kami menceritakan kepadamu, kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)-nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui (dan seterusnya dari surat Yusuf).
Adapun sahabat yang menceritakan latar belakang turunnya ayat-ayat dari surat Yusuf iitu adalah Sa’ad bin Abi Waqqas.

B.  Metode Mengetahui Asbab Al-Nuzul
Mengetahui asbabun nuzul sangat besar pengaruhnya dalam memahami makna ayat yang mulia. Oleh sebab itu para Ulama sangat berhati-hati dalam memahami asbabun nuzul, sehingga banyak di antara mereka yang menulis tentang itu. Di antara yang terdahulu ialah Ali Al-Madaniyyi (guru Imam Bukhari ra.).
Diantara kitab termasyhur yang membahas dalam bidang ini adalah kitab Asbabun Nuzul karya Imam Al-Wahidi, Syaikhul Islam Ibnu Hajar pun juga mengarangnya. Bahkan ada pula kitab yang besar dan lengkap “ Lubabun Nuqul fiAsbabin Nuzu l” karya Imam Syuyuthi.
Mengingat betapa pentingnya asbabun nuzul, maka bisa kita katakan bahwa sebagian ayat tidak mungkin bisa diketahui makna-makna atau diambil hukum darinya sebelum mengetahui secaaara pasti tentang asbabun nuzul nya. Contoh ayat:
ولله المشرق والمغرب فاينما تولوا فثم وجه الله ان الله واسع عليم  .
Artinya: “Kepunyaan Allah timur dan barat, kemana kamu menghadapkan muka, di sana kiblat (yang disukai) Allah. Sesungguhnya Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
Kadang terjadi pemahaman seolah-olah ayat itu memperbolehkan salat menghadap kepada selai kiblat (Ka’bah), padahal pemahaman seperti itu salah. Karena menghadap itu termasuk syarat sahnya salat. Namun dengan mengetahui asbabun nuzul/sebab turunnya ayat, maka pemahaman menjadi jelas. Sesungguhnya ayat itu turun dalam kaitannya dengan orang yang dalam bepergian, dimana ia kehilangan kiblat, tidak tahu arahnya. Lalu berijtihad ia menjalankan salat. Maka kemanpun ia menghadap, ketika itu ia tetap sah, ia tidak usah mengulangi salatnya lagi, manakala telah mmenemuka kiblat, meskipundalam salatnya tadi ia menghadap  ke arah bukan kiblat. Maka jelas bahwa ayat tersebut  bukan untuk umum, melainkan untuk orang tertentu yang tidak mengeatahui arah kiblat.
 Jelas, bahwa asbabun nuzul tidak mungkin diketahui berdasarkan pendapat, melainkan dari sumber riwayat yang sahih dan mendengarkan dari orang-orang yang menyaksikan turunnya ayat-ayat atau dengan cara membahasnya dari para sahabat, para tabi’in dan Ulama-ulama terpercaya.
Ibnu syirin berkata “Aku bertanya kepada Abidah tentang suatu ayat”. Kemudian ia berkata “bertakwalah kepada Allah Swt dan berkatalah dengan benar, ketahuilah bahwa orang-orang yang mengetahui sebab-sebab diturukannya ayat Al-Qur’an sangat langka”.
Dalam soal asbabun nuzul harus berpegang kepada riwayat yang sarih. Jadi jika rawi mengatakan lafal sebab, maka itu merupakan nas yang sahih. Misalnya rawi mengatakan “sebab turunnya ayat ini adalah demikian,-demikian”, atau rawi mengatakan “peristiwanya tentang demikian lantas turun ayat demikian”, semua itu merupakan nas yang sarih(jelas) dalam asbabun nuzul.
Kadang ada nas dalam asbabun nuzul tidak berupa sigat. Seperti kata mereka “Ayat itu diturunkan demikian”, mungkin hal yang dimaksud adalah asbabun nuzul, mungkin pula hukum yang terkandung dalam ayat. Seperti kata seorang rawi “Yang dimaksud ayat ini demikian”.
Imam Zarkasi dalam kitabnya “Alburhan” mengatakan “Telah diketahui bahwa kebiasaan para sahabat atau tabiin jika salah seorang di antara mereka mengatakan “ayat ininditurunkan demikian”, maka adalah bahwa ayat ini memuat hukum demikian, bukan merupakan sebagai sebab turunnya. Ibnu Taimiyah berkata “Ucapan mereka bahwa ayat ini diturunkan demikian, maka yang dimaksud mungkin asbabun nuzul, mungkin juga bukan”.

   III.          Macam-macanya
1.      Dilihat dari sudut pandang redaksi yang digunakan dalam riwayat asbabun nuzul, di antaranya ;
a.       Sarih (jelas)
Artinyariwayat yang memangsudahjelasmenunjukkanasbabunnuzul dengan indikasi menggunakan lafal (pendahuluan)
Sebabturunayatiniadalah       ............               نزولهذهالآية هذاسبب
Telahterjadi…… makaturunlahayat .....فنزلت  الاية      .هذا...حدث
سئل رسول الله عن كذا... فنزل الاية                                  
   Rasulullah pernah kiranya tentang ......maka turunlah ayat.

2.      Muhtamilah (masih kemungkinan atau belum pasti)
Riwayatbelumdipastikansebagaiasbab an-Nuzulkarenamasihterdapat keraguan.
(ayat ini diturunkan berkenaan dengan)       ......نزلت هذه الآية فى كذا
                                                             ........احسب هذه الآية نزلت فىكذا
(saya kiranya ayat ini diturunkan berkenaan dengan...)
                                               .......... ما احسب نزلت هذه الآية الا فىكذا
(sayakiraayatinitidakditurunkankecualiberkenaandengan.....)
3.      Dilihat dari sudut pandang dari terbilangnya asbabun nuzul untuk satu ayat atau terbilangnya ayat untuk satu sebab asbabun nuzul, yaitu;
a.     Beberapa sebab yang hanya melatarbelakangi turunnya satu ayat
b.    Satu sebab yang  melatarbelakangi turunnya beberapa ayat

   IV.          Redaksi Asbab, Hukum, dan Tarjihnya
Lafadz-lafadz dari riwayat-riwayat yang sahih tidak selalu berupa nas sarih (pernyataan yang jelas) dalam menerangkan sebab turunnya ayat. Di antaranya ada yang dengan pertanyaan yang kongkrit, dan ada pula dengan bahasa yang samar yang kurang jelas maksudnya. Sebab mungkin yang dimaksudkan itu adalah sebab turunnya ayat atau hukum yang terkandung dalam ayat itu.
Asbabun nuzul sangatlah erat kaitannya dengan kaidah penetapan hukum. Seringkali terdapat kebingung dan keraguan dalam mengartikan ayat-ayat Al-Qur’an karena tidak mengetahui sebab tyurunnya ayat. Contohnya firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 115 yang artinya :
 “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, Maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha luas )rahmat-Nya( lagi Maha Mengetahui".
Firman Allah itu turun berkenaan dengan suatu peristiwa, yaitu beberapa orang mukmin menunaikan salat bersama Rosulullah Saw pada suatu mala yang gelap gulita sehingga mereka tidak dapat memastikan arah kiblat dan akhirnya masing-masing menunaikan salat menurut perasaan keyakinan masing-masing sekalipun tidak menghadap arah kiblat karena tidak ada cara untuk mengenal kiblat.
Terkadang terdapat banyak riwayat mengenai sebab nuzul suatu ayat. Dalam keadaan demikian, sikap seorang mufasir kepadanya sebagai berikut:
1.      Apabila bentuk-bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, seperti: “Ayat ini turun mengenai urusan ini”, atau “Aku mengira ayat ini turun mengenai urusan ini”, maka dalam hal ini tidak ada kontradiksi di antara             riwayat-riwayat itu. Sebab maksud riwayat-riwayat tersebut adalah penafsiran dan penjelasan bahwa hal itu termasuk ke dalam makna ayat dan disimpulkan darinya, bukan menyebutkan sebab nuzul, kecuali bila ada karinah atau indikasi pada salah satu riwayat bahwa maksudnya adalah penjelasan sebab nuzulnya.
2.      Apabila salah satu bentuk redaksi riwayat itu tidak tegas, misalnya “Ayat ini turun mengenai urusan ini”. Sedang riwayat yang lain menyebutkan sebab nuzul dengan tegas yang berbeda dengan riwayat pertama, maka yang menjadi pegangan adalah riwayat yang menyebutkan sebab nuzul secara tegas; dan riwayat yang lain dipandang termasuk di dalam hukum ayat. Contohnya ialah riwayat tentang asbabun nuzul.
Dalam menentukan hukum yang terkandung dalam ilmu mengertahui sebab-sebab turunnya Al-Qur’an, perspektif ulama’ hampir keseluruhan sama (baca- jumhurul al-ulama’) yakni hukum marfu’ (disandarkan pada Rasulullah). Al-Wahidi mengatakan, “Tidak halal berpendapat mengenai Asbab al-nuzul kitab kecuali dengan berdasarkan pada riwayat atau mendengar langsung dari orang-orang yang menyaksikan turunnya, mengetahui sebab-sebabnya dan membahasnya tentang pengertiannya serta bersungguh-sungguh dalam mencarinya”.
Dan bahkan ada sebagian ulama’ berpendapat sangat ekstrim tentang hukum orang yang akan mengetahui latar belakang lahirnya Al-Qur’an, yakni menghukumi keharusan / wajib baginya pengetahui posisi Nabi sedang bagaimana, beliau juga dalam kondisi seperti apa dan dimana tempat saat beliau menerima wahyu dari Tuhannya. Sehingga tidaklah mudah mengakui dan meligitimasi orang tersebut pernah menerima dan mengetahui nabi menegungkap sebuah ayat al-quran tanpa adanya hal-hal tersebut diatas.
Tarjih adalah menimbang masalah menggunakan dalil terkuat yang difahami. Secara teknis tarjih adalah proses analisis untuk menetapkan hukum dengan menetapkan dalil yang lebih kuat (rajih), lebih tepat analogi dan lebih kuat maslahatnya. Tapi secara hukum antara quran dan sunnah tidak mungkin saling bertentangan. Yang menjadikan seolah bertentangan adalah pemahaman yang tidak utuh dalam memahami sebuah permasalahan.
Penggunaan tarjih dapat digunakan 'sering' dalam argumentasi yang bersifat dzanni (dzann), meskipun ada illat (petunjuk2 nash) yang harus diperhatikan apakah dia dlalalah ataupun wurud. Penggunaan istilah yang tepat akan dapat menghapuskan kerancuan berpikir dlalalah dalam aspek aspek yang memiliki makna ganda ataupun mutasyabih. Dalam hal ini penggunaan tarjih sering dalam hal-hal yang bersifat asbabun nuzul dan asbabul furud dalam sebuah dalil.
Pentarjihan terhadap nash dilihat dari beberapa segi : sanad, kualitas maupun kuantitas rawi, bentuk dan sifat periwayatan, sighat al tahamu waal ada'. Segi matan : matan yang menggunakan sighat nahyu lebih rajih dari sighat amr matannya nmenggunakan sighat khas lebih rajih dari sighat 'am. Segi Materi hukum, dan Segi Eksternal (udzur syar'ie ataupun tidak).
Sering kali dalam diskusi ane melihat sering digunakannya udzur syar'ie dalam setiap dalil yang terlontarkan baik yang bersifat dharuriy maupun tidak. Bisa difahami bahwa udzur syar'i bisa diterima dalam kondisi tertentu yang memungkinkan udzur syar'i terjadi. Namun perlu ditekankan pastilah terdapat mukhalafatun nash (penyelisihan dalil terkuat) dalam setiap udzur syar'i yang terjadi. Misal dalam hal mengkonsumsi makanan halal, pasti ada mukhalafatun nash.Sayang udzur syar'i saat ini lebih dominan digunakan dari pada ushulun nash (nash nash pokok), dan kebiasaan dari kaum muslimin untuk bersikap 'minimalis' untuk melakukan aktifitas amar ma'runahi munkar.
Sebuah buku al- Maslul ‘ala Syatimi al-Rasul (pedang terhunus bagi penghina Rasul) bisa dijadikan sebuah amal maksimal meskipun syariat tidak tegak secara utuh (khilafah belum berdiri). Dalam beberapa hal menarik untuk dibahas bagaimana sikap ketegasan sahabat beliau saw menegakkan prinsip keimanan dalam kehidupan yang serba tertekan dan terdesak.
      V.          Manfaat Mengetahui Asbab Al-Nuzul
Dengan demikian jelas betapa pentingnya fan Asabun nuzul ini dalam hubungannya dengan ilmu-ilmu Al-Qur’an. Adapun faedah-faedah atau manfaatnya, mungkin dapat dikemukakan sebagai berikut :
a.         Dapat mengetahui hikmah disyariatkannya hukum.
b.         Kekhususan disebabkan oleh sebab tertentu, (bagi orang yang mengetahui kekhususan sebab).
c.         Menghindarkan anggapan (bahwa hukum itu) menyempitkan dalam memandang hukum yang nampak lahirnya menyempitkan.
d.        Mengetahui nama orang, di mana ayat diturunkan berkaitan dengannya, dan pemahaman ayat menjadi jelas.
Contoh manfaat asbabun nuzul, seperti rieayatnya sahabat Urwah bin Zubair Ra juga kebingungan dan mengira bahwa sa’i (Shafa dan Marwa) itu tidak wajib. Sampai-sampai Urwah bin Zubair berkata pada Bibinya (A’isyah) “ Wahai bibi sesungguhnya Allah berfirman ; Maka tiada mengapa ia berlari-lari anatara keduanya, menurut pendapatku tidak mengapalah orang meninggalkan sa’i  antara keduanya”,”alangka buruknya perkataanmu, wahai putra saudaraku” kata A’isyah. “Kalau saja yang dikehendaki Allah itu spserti katamu, tentu Dia mengatakan “Maka tiada mengapalah bahwa ia tidak berlari-lari antara keduanya”. Kenudian A’isyah bercerita kepadanya “Pada zaman jahiliyah manusia bersa’i anatara Shafa dan Marwa, mereka menyengajaberhala, satu di Shafa namanya Ishafa dan yang satunya di Marwa namanya Na’ilah. Ketika orang-orang telah masuk Islam, maka sebagian sahabat ada yang tidak mau lagi bersa’i, karena takut ibadahnya itu serupa dengan peribadatan orang Jahiliyah. Kemudian turun ayat :
ان الصفا والمروة من شعائر الله فمن حج البيت اواعتمرفلا جناح عليه  ان يطوف بهما .
Artinya : sesungguhnya Shafa dan Marwa adalah beberapa dari syi’ar-syi’ar (tanda-tanda agama) Allah. Maka barang siapa menyengaja Bait (mengerjakan haji) atau umrah, maka tiadalah mengapa, bahwa ia berlari-lari antara keduanya”.
Ayat tadi untuk menolak anggapan berdosa dan sekaligus diwajibkan mereka bersa’i karena Allah Swt, bukan karena berhala”. Demikianlah A’isyah menolak paham Urwah bin Zubair. Dan itu disebabkan karena tahu asbabun nuzul.  
   VI.          Kesimpulan
1.      Pengertian Asbab Al-Nuzul adalah suatu peristiwa yang menjadi sebab turunnya suatu ayat-ayat tertentu dari sebagian ayat suci al-Qur’an.
2.      Mengetahui Asbab al-Nuzul, melalui periwayatan para sahabat yang mengetahui tentang turunnya Asbabun Nuzul.
3.      Macam-macam Asbab Al-Nuzul :
a.       Sharih ; Asbabun nuzulnya jelas dan pasti
b.      Muhtamilah ; Asbabun nuzulnya belum pasti atau masih tarap perkiraan / keraguan.
4.      Redaksi :
a.       Asbab ; (1) Sebagai penjelasan terhadap sebabnya Nuzul. (2) Hanya sekedar menyebutkan asbab dengan tegas.
b.      Dalam menentukan hukum ; (1) menganjurkan harus melalui Asbabun Nuzul. (2) mewajibkan mengkaji Asbabun Nuzul dalam menentukan hukum.
c.       Tarjih ;
(1). Segi Sanad memperhatikan ; kualitas dan kuantitas rawi, bentuk dan sifat periwayatan, dan shighatnya Attahamu wal ‘ada.
(2). Segi Matan ; menggunakan shighat Nahyu lebih rajih dari pada amar matannya, dan menggunakan shighat Khas lebih rajih dari sgighat ‘am.
5.      Manfaat mengetahui Asbab Al-Nuzul
a.    Dapat mengetahui hikmah disyariatkannya hukum.
b.    Kekhususan disebabkan oleh sebab tertentu, (bagi orang yang mengetahui kekhususan sebab).
c.    Menghindarkan anggapan (bahwa hukum itu) menyempitkan dalam memandang hukum yang nampak lahirnya menyempitkan.
d.   Mengetahui nama orang, di mana ayat diturunkan berkaitan dengannya, dan pemahaman ayat menjadi jelas.






Sumber Bacaan
Departemen Agama, Al-Majid, Al-Qur’an dan Tejemahannya, Asy-Syifa’, Semarang 1998
H. Masjfuk Zuhdi, Prof.Drs, Pengantar Ulumul Qur’an, PT. Bina Ilmu, Surabaya 1993
M. Qodim Nur-Masruhan, Ikhtisar Ulumul Qur’an, terjemahan Syekh Muhammad Ali Ah-Shabuni, Attibyan fi ulumul Qur’an, Pustaka Amani, Jakarta 2001
Manna Khalil al-Qatthan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, PT. Pustaka Litera Antar Nusa, Jakarta 2000
Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Qur’an Kritik terhadap Ulumul Qur’an, PT. LKiS Pelangi Aksara, Yokyakarta 1993

0 komentar:

Posting Komentar